Romlah tidak tahu apa yang harus dilakukan. Oji memiliki
sifat keras kepala sama seperti dirinya. Tentu tak akan semudah itu membuat Oji
menyetujui pernikahannya. Dia harus segera membicarakan ini dengan Raihan.
Romlah hendak menelpon Raihan, namun ternyata yang dituju telah terlebih dahulu
menelpon.
“Assalamualaikum,
Romlah.” Suara Raihan terdengar ceria.
“Wa’alaikumsalam. Kebetulan
kamu nelpon. Ada yang mau aku bicarain.” Romlah terdengar serius berbicara
dengan Raihan.
“Raihan, aku udah
nelpon Oji. Keliatannya dia belum setuju dengan rencana pernikahan kita. Menurut
kamu apa yang harus kita lakukan?”
“Masalah Oji biar saya
yang berbicara dengan dia. Semua ini memang harus saya yang menyelesaikannya. Bisa
kamu kirimkan nomor Oji di Aussie, sayang.” Raihan mencoba memenangkan Romlah.
“Yaudah nanti aku kirim
ya. Oh iya, kamu tadi nelpon mau bilang apa?”
“Oh.. Gak ada kok. Saya
cuma mau denger suara kamu. Saya rindu.” Raihan tersenyum diujung telpon. Begitu
juga Romlah yang tersenyum malu diperlakukan seperti itu oleh Raihan.
“Yaudah saya tunggu
nomor Oji. Lebih baik kamu istirahat sekarang. Love you”
“Love you too, Raihan”
Romlah tersenyum manis sambil memandang telpon genggamya.
ZeeZee yang sedari tadi melihat tingkah Romlah ikut tersenyum bahagia.
***
Raihan terlihat berjalan bolak-balik di ruang kerjanya. Setelah
menerima nomor Oji yang dikirim Romlah, Raihan belum juga yakin untuk menelepon
Oji. Dia tidak tahu apa yang harus dikatakan terlebih dahulu. Bisa saja Oji
langsung menutup telpon setelah tahu Raihan yang menghubungi. Raihan memutak
otak agar dia dapat berbicara santai dengan Oji. Mungkinkah dia harus menemui
Oji di Aussie.
Keseriusan memikirkan
masalah Oji membuat Raihan tidak menyadari kedatangan Irene. Irene hanya
mengelengkan kepala melihat tingkah Raihan. Kebahagian sudah didepan mata namun
seolah masih enggan digenggam. Irene melangkahkan kaki mendekati Raihan. Memegang
bahunya berharap dapat memberikan ketenangan.
“Papa tenang ya. Papa kan
selalu bilang Om Oji itu baik, dia gak mungkin ngecewain Tante Romlah. Lebih baik
Papa sekarang telpon Om Oji. Bicara baik-baik. Insya Allah dengan niat baik,
akan mendapat balasan yang baik juga dari Om Oji.” Irene tersenyum memandang
Raihan. Perkataan Irene membuat Raihan tenang dan membulatkan tekat untuk
menelpon Oji.
Telpon tak kunjung diangkat membuat Raihan menjadi sedikit
panic. Dia sudah tidak sabar untuk berbicara dengan Oji dan menjelaskan
semuanya. Setelah 3 kali menelpon baru Oji mengangkatnya.
“Hallo.
Assalamualaikum.”
“Oji..” Ucapan Raihan
terhenti sampai disitu. Dia menunggu reaksi yang diberikan Oji.
“Ya.. Maaf ini siapa
ya?”
“Ini Raihan, Ji”
“Ngapain Bang Raihan
telpon Oji? Bang Raihan piker Oji bakal nyetujuin pernikahan abang dengan Mpok
Romlah? Gak bang. Gak akan pernah.” Oji menaikkan volume suaranya. Dia memberikan
penekanan pada setiap perkataan.
“Abang tau Oji marah
sekali. Tapi abang mohon kali ini Oji dengerin dulu.” Raihan mencoba
menenangkan suasana. Dia menarik nafas panjang sebelum memulai semua
perkataannya. Irene yang sedari tadi duduk disamping Raihan memandang serius.
“Oji, abang gak pernah
bermaksud untuk meninggalkan mpok kamu. Ada masalah keluarga yang harus abang
selesaikan. Memang salah abang tidak memberi tahu Romlah terlebih dahulu. Abang
juga memikirkan perasaan kamu. Abang tau sejak kejadian kemarin kamu sulit
menerima abang. Abang mencoba mengerti itu dengan mundur perlahan dari Romlah. Abang
udah coba tapi tidak bisa. Ternyata cinta kami yang mempersatukan kembali. Maafkan
abang, Oji.”
Kali ini Oji yang terdengar menarik nafas panjang. Mendengar
perkataan Raihan membuatnya tidak tahu harus berbuat apalagi. Dia menyadari
kepergian Raihan yang kedua ada kaitannya dengan dirinya. Bahkan mungkin dialah
yang menjadi penyebab atas semua itu. Tapi itu dia lakukan untuk melindungi
Romlah. Oji mencoba memperlembut suaranya.
“Bang, Oji harap abang
mengerti posisi Oji. Oji hanya ingin mpok bahagia. Oji udah gak percaya lagi
sama abang. Oji udah pernah kasih kesempatan abang, tapi abang sia-siain. Dan oji
gak akan pernah kasih kesempatan kedua untuk siapapun yang udah nyakitin mpok
Romlah. Jadi abang gak usah lagi berharap bakal milikin mpok. Oji gak akan
pernah rela itu. Sampai kapanpun Oji gak akan ngasih restu sama hubungan
kalian. Klo kalian tetap pada keputusan ini, jangan harap kalian akan ketemu
Oji lagi.”
“Oji, kali ini mungkin
abang memohon dengan sangat ke kamu. Abang berjanji tidak akan menyakiti Romlah
lagi karena memang hanya Romlah yang abang cintai. Tidak ada yang lain.”
“Gak akan pernah ada
pernikahan antara Bang Raihan dengan Mpok Romlah!”
Raihan menarik nafas panjang. Usahanya sia-sia. Oji terlalu
keras kepala untuk ditaklukan.
“Oji, kamu ingat saya
pernah bilang klo saya tidak akan menikah kecuali dengan Romlah? Tapi saya juga
tidak akan pernah menikah dengan Romlah tanpa seijin kamu. Tanpa restu dari
Oji. Saya sangat menghormati Oji. Saya dan Romlah sangat menyayangi Oji. Jadi kami
gak mungkin bahagia tanpa restu dari Oji. Sekarang semua ditangan Oji. Klo Oji
merestui maka besok saya akan melamar Romlah. Klo Oji tidak merestui maka
pernikahan itu tidak akan pernah berlangsung. Saya sangat menghargai kamu, Oji”
Mendengar perkataan Raihan yang pasrah membuatnya
berpikir kembali. Dia teringat akan perkataan Romlah yang juga bilang tidak
akan menikah kecuali dengan Raihan. Hal ini menandakan keduanya memang sangat
saling mencintai.
Tiba-tiba Oji teringat Romlah yang selalu berkorban untuk
dia. Untuk kebahagiaannya. Dari mereka kecil, Romlah selalu melindunginya. Selalu
memberikan yang terbaik. Menjadikan dia sebagai prioritas utama dalam hidup
Romlah. Tak jarang Romlah mengesampingkan kebahagiaannya demi kebahagiaan Oji.
“Bang, Oji mohon abang
jaga mpok. Cintai dan sayangi dia. Jangan buat dia sedih lagi. Oji restui
pernikahan kalian. Tapi klo sampai Bang Raihan sakitin mpok, abang berhadapan
dengan Oji.”
Raihan bahagia mendengar perkataan Oji. Namun tiba-tiba
Raihan teringat sesuatu. Kehadiran Oji. Dia berharap Oji hadir dalam pernikahan
mereka.
“Oji rasa Oji dan
Nafisah gak bisa hadir di pernikahan Bang Raihan sama Mpok. Tapi Abang tenang
aja, restu Oji dan Nafisah sudah sampai ke kalian. Semoga kalian bahagia.”
Raihan tersenyum sambil menutup telpon genggamnya. Dia segera
menghubungi Romlah untuk memberi tahu kabar bahagia ini berikut rencana
kedatangan keluarga Raihan besok untuk melamar. Setelah mendengar kabar dari
Raihan, Romlah lega namun tiba-tiba dia tegang menyadari hendak menikah dengan
Raihan. Perasaan yang tidak dirasakannya sepanjang persiapan pernikahan dengan
Fahmi.
***
Selain Romlah dan Raihan, ZeeZee dan Irene adalah dua
orang yang sangat bahagia dan ikut sibuk dalam persiapan pernikahan ini. Mereka
ikut kesana kemari dalam mempersiapkan pernikahan yang sesungguhnya akan
diselenggarakan secara sederhana seperti permintaan Romlah dulu.
“Kak ZeeZee, kakak
ngerasa ada yang kurang gak sih?” Irene berkata sambil melihat-lihat rumah
Romlah yang telah dihias.
“Apaan yang kurang? Perasaan
semua pesanan udah pada dateng.” ZeeZee ikut melihat sekeliling rumah.
“Ihh bukan itu! Ada
yang kurang loh. Masa dipernikahannya papa sama Tante Romlah gak ada Om Oji
sama Tante Nafisah sih?”
“Iya juga sih.. Tapi
kan Om Oji lagi sibuk tensis di Aussie, gak mungkin kan kita suruh mereka
pulang. Eh, siapa bilang gak mungkin. Sini deh!” ZeeZe membisikan sesuatu
kepada Irene. Mereka tersenyum usil penuh kejahilan.
***
Hari yang ditunggupun tiba. Romlah ditemani Riyamah,
sahabatnya, terlihat sedang merias diri.
“Lo cantik banget, Rom.
Gue seneng banget akhirnya lo bisa dapetin kebahagiaan yang lo inginin. Gue ikut
bahagia klo lo bahagia.”
“Makasih ya, Ri. Ini semua
juga berkat doa lo. Makasih atas semuanya.” Romlah dan Riyamah berpelukan. Kedua
sahabat karib ini berbahagia atas apa yang terjadi.
“Tante..” ZeeZee datang
sambil berteriak. Romlah dan Riyamah kaget karena kelakuan keponakan kesayangan
Romlah ini.
“Zee, kamu bisa gak sih
klo dateng gak usah teriak-teriak dan ngagetin orang?” ZeeZee hanya tersenyum
kecil.
“Maaf, tante-tante. Aku
mau ngasih tau klo Om Raihan dan keluarganya udah dateng. Tante siap-siap ya.”
ZeeZee kembali meninggalkan Romlah dan Riyamah.
***
Raihan dan keluarga memasuki halaman rumah Romlah
disambut oleh warga Kampung Dukuh. Namun tiba-tiba, Kardun datang dari barisan
belakang warga.
“Eh Raihan, lo
bener-bener ye. Lo udah nyakitin Romlah, ninggalin romlah, masih juga berani
mau ngawinin dia. Lo emang gak punya malu. Romlah itu milik gue. Dia mantan
istri gue yang bakal jadi istri gue lagi. Asal lo tau. Jadi gak usah lo
kepedean mau kawin ama dia.”
Raihan dan keluarga hanya tersenyum. Raihan sudah
menjelaskan tentang Kardun kepada semua keluarganya. Karenanya tak ada satupun
yang terganggu atas perkataan Kardun. Setelah Kardun diamankan oleh kedua
istinya, prosesi pernikahanpun dilanjutkan. Raihan sudah duduk didepan penghulu
menunggu Romlah keluar dari kamar.
Raihan dia tak berkutik saat memandang Romlah yang baru
keluar dari kamar. Dengan baju kebaya modern dilengkapi tata rias sederhana
membuat Romlah menjadi lebih cantik. Rambut hitam yang dibuat menjuntai
sebagian menambah sempurna penampilan Romlah. Kesederhanaan Romlah yang membuat
Raihan tidak mampu berpaling darinya.
Tatapan mata Romlah dan Raihan saling bertemu. Mereka tersipu
malu. Perlahan tapi pasti Romlah mendekati Raihan dan duduk tepat disampingnya.
Mata Raihan yang tak kunjung lepas dari Romlah membuat Romlah salah tingkah.
Romlah memukul manja Raihan yang membuatnya berteriak kecil sambil mengusap
bahu. Kejadian ini membuat yang hadir tertawa meliha kedua pengantin ini. Sedangkan
keduanya hanya tersenyum sambil menundukan kepala.
“Baik, bisa kita mulai.”
Penghulu memulai acara dengan memanjatkan doa-doa. Tak lama terdengar suara
tangis yang makin lama semakin keras.
“Bos, lo tuh seharusnya
kawin ama Pipi Dadun. Kenapa sih Mimi Romlah mesti kawin sama orang gila ini?
Pipi Dadun kan cinta sama mimi.”
Romlah yang mendengar perkataan Kardun harus menahan
amarahnya karena tidak ingin merusak momen yang sudah lama dinanti.
“Klo ade Oji tau pasti
dia gak setuju. Oji tuh cuma setuju mimi nikah sama Pipi Dadun” Kardun berkata
sambil tersenyum ditengah isak tangisnya.
“Eh siapa bilang gue
setuju lo nikah ama mpok? Pede banget lo.” Suara itu mengegetkan semua yang hadir.
“Oji..” Romlah berdiri
dan menghampiri Oji. Mereka berpelukan sekaligus melepas rindu yang telah lama
ada.
“Kok lo gak bilang
bakalan dateng? Kata Raihan lo gak bisa dateng.” Romlah melihat Raihan yang
telah berdiri disampingnya.
“Klo bilang-bilang
bukan Surprise namanya. Tuh kerjaan
anak sama keponakannya, mpok.” Dua gadis yang dimaksud hanya tersenyum.
“Yaudah lanjutin lagi
deh. Udah masalah Bang Kardun gak usah diurusin.”
“Bang, klo lo masih
berisik mending keluar aja deh” Ucap Oji sambil menunjuk Kardun. Kardun
tertunduk takut.
Raihan dan Romlah memeluk ZeeZee dan Irene bergantian sebelum
kembali ke tempat duduknya diikuti Oji dan Nafisah yang duduk dibelakang
mereka. Semua orang bahagia hari ini. Kecuali Kardun.
Bagaimana kisah rumah tangga Raihan dan Romlah? Akankah berjalan
dengan baik? Stay tune.. *kecupbasah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar