Translate

Jumat, 24 Januari 2014

KISAH ROMLAH RAIHAN (Tukang Bubur Naik Haji) part 6







            Waktu seakan berhenti menunggu jawaban dari Raihan. Tak ada perubahan reaksi sedikitpun yang diperlihatkan lelaki asal negeri Jiran ini. Tatapannya masih focus kepada Romlah. Seakan dia ingin melampiaskan segala kerinduan yang dipendam walau hanya dengan tatapan mata. Romlah menunggu dengan cemas. Dia sudah tidak sabar mendengar perkataan Raihan. Walau itu dapat membuatnya jatuh ke lubang kehancuran.

            Kedua gadis yang menyaksikan adegan itu hanya terdiam. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Pandangan mereka tertuju pada dua orang yang saling mencintai namun tidak dapat saling memiliki. Ada doa yang mereka panjatkan agar yang terbaik yang didapat keduannya.

“Raihan, aku mohon jangan diem aja. Beri aku kepastian sekarang. Jangan kamu siksa aku dengan cinta yang tak kunjung kamu perjuangkan. Aku lelah, Raihan. Lelah.” Kini Romlah seakan memohon. Pandangan matanya memelas.

“Romlah, saya…” Raihan ragu meneruskan perkataannya. Kini dia menunduk, tak berani memandang mata Romlah yang memohon. Dia tak sanggup mengatakan semuanya. Namun dia tahu semua harus segera diakhiri dengan kejelasan.

“Romlah, saya minta maaf atas semua yang telah saya lakukan. Atas semua luka yang saya berikan” Raihan melangkah maju mendekati Romlah. Dipegang tangan Romlah, tangan yang dulu selalu dia genggam dengan erat. Tangan yang selalu memberikan kehangatan disetiap pelukannya. Tangan yang kini berubah menjadi dingin. Baru Raihan menyadari kalau Romlah lebih kurus dari terakhir kali mereka bertemu. Ternyata bukan hanya dia yang harus kehilangan banyak bobot tubuh karena perpisahan itu.

“Romlah, kamu tau semua yang sudah saya lakukan untuk kamu, untuk kita. Semua perjuangan yang sudah saya berikan untuk hubungan kita. Namun kita juga harus menyadari klo akhirnya semua di tangan Allah. Kita sudah berusaha dengan segala daya. Namun bila takdir menentukan lain, saya hanya berdoa yang terbaik untukmu.” Romlah menatap nanar mendengar perkataan Raihan.

“Aku gak butuh itu semua, Raihan. Yang aku butuhin sekarang kata-kata kamu bahwa kamu sudah tidak mencintai aku. Bahwa kamu sudah melupakan aku. Itu lebih dari cukup.” Dieratkan pegangan tangan Raihan oleh Romlah. Sekarang mereka berjarak hanya sejengkal. Deru nafas Romlah dan detak jantung Raihan dapat didengar oleh keduanya.

            Raihan menarik nafas panjang. Dia mencoba mengerti dengan sikap Romlah yang memuntahkan amarah. Dengan segala yang telah terjadi, wajar bila Romlah melakukan itu semua. Raihan menyusun kata terbaik untuk mengakhiri kisah ini. Agar tak ada lagi luka dan penyesalan yang dirasakan.

“Romlah, mungkin saya bisa bilang klo saya sudah tidak mencintaimu. Bahwa saya sudah melupakanmu. Bahkan klo kamu minta saya juga bilang bahwa saya sangat membencimu, itu dapat saya lakukan. Namun apa itu yang terbaik? Saya tak mau ada sesal dikemudian hari karena mengatakan yang tidak saya rasakan. Romlah, saya tau kita terluka atas semua ini dan saya tak mau luka ini lebih dalam lagi. Romlah, saya sangat mencintai kamu. Saya tidak bisa melupakan kamu. Namun saya ingin yang terbaik untuk kamu.” Didekatkannya tubuh Romlah. Pelukan ini mungkin akan menjadi pelukan terakhir yang dapat mereka rasakan.

Romlah terisak dalam pelukan Raihan. Dia meluapkan segala kekesalannya dengan memukul Raihan pelan. Namun kehangatan pelukan Raihan membuatnya jatuh tak berdaya. Kini pelukan mereka semakin erat. Raihan membelai rambut Romlah perlahan. Seperti dulu. Namun diwarnai dengan isak tangis.

“Klo lo emang cinta ama Romlah perjuangin dia sebelum lo menyesal karena gak bisa milikin dia. Klo dia udah jadi milik gue, jangankan menyentuhnya. Untuk bertemu aja gue gak akan ngijinin.” Suara itu mengagetkan semua penghuni ruangan. Fahmi tiba-tiba muncul dengan senyum mengembang.

“Fahmi” Romlah yang panic karena kedatangan Fahmi melepaskan dengan kasar pelukan Raihan. Raihan yang masih terteguh, kaget dengan tindakan Romlah. Namun dia tak dapat berbuat apa-apa. Romlah berjalan mendekati Fahmi. Dia minta maaf atas apa yang telah dia lakukan.

“Kamu gak perlu minta maaf kok. Semua yang telah kamu lakukan itu benar. Kamu berhak menentukan kebahagiaan kamu. Kamu berhak mencari kepastian akan masa depan kamu.” Fahmi tersenyum memandang Romlah yang masih panic.

“Raihan, ini kesempatan terakhir lo. Klo lo tetep dengan ucapan lo tadi, maka satu langkah lo keluar dari rumah ini lo gak akan pernah bisa ngedapetin Romlah lagi.” Fahmi serius dengan ucapannya. Dilangkahkan kaki mendekati Raihan.

“Lo udah ngelakuin semuanya, kan? Kenapa langkah terakhir gak lo selesaiin? Lo bukan bencong, kan?”

“Fahmi, saya sangat menghargai kamu. Terima kasih sudah membantu Romlah disaat saya tidak ada. Saya sudah hutang budi padamu. Tak mungkin saya menyakiti perasaan kalian lagi.”

            Tiba-tiba seluruh ruangan hening. Tak ada yang mampu bereaksi sedikitpun. Semua mata tertuju pada Raihan. Wajah sendungnya seketika tersenyum. Senyum lebar yang sudah lama tidak dia perlihatkan kepada orang lain. Raihan melangkah mendekati Romlah. Tangannya menggenggam tanga Romlah erat dan kini terasa hangat.

“Besok saya akan membawa kedua orang tua saya untuk melamar kamu. Saya harap kamu tidak menolak. Apa kamu keberatan dengan keputusan saya?”

            Romlah tersenyum bimbang. Dia masih tidak menyadari apa yang terjadi. Dia merasa sekarang benar-benar berada di alam mimpi. Namun kehangatan tangan Raihan membuatnya percaya, semua yang terjadi memang kenyataan. Romlah memasang senyum termanisnya. Senyum yang selalu dirindukan Raihan. Senyum yang memang tercipta hanya untuk Raihan. Kini pelukan mereka tanpa jarak, mereka yakin ini bukanlah pelukan terakhir. Namun akan menjadi awal pelukan hangat lainnya. Yang halal tentunya.

***

            Setelah semua yang terjadi, Romlah mencoba memberitahu Oji atas pembatalan pernikahan dengan Fahmi dan rencana pernikahan dengan Raihan yang akan dilaksanakan sesuai rencana awal Romlah dan Fahmi. Dia sangat hati-hati karena tahu Oji akan bereaksi keras atas keputusannya. Oji yang sudah terlanjur membenci Raihan tentu tidak akan menyetujui begitu saja. Harus ada penjelasan yang meyakinkan bahwa semua yang sudah terjadi tidak akan diulangi lagi oleh Raihan.

“Assalamuallaikum, Ji. Gimana kabar lo di Aussie?”

“Baik, Mpok. Nafisa juga baik. Dia kangen banget sama Mpok.”

“Gue juga kangen sama kalian. Gimana tensis lo udah kelar?”

“Udah Mpok gak usah mikirin Oji. Mending Mpok focus sama persiapan pernikahan Mpok sama bang Fahmi.”

            Romlah terdiam sejenak. Ini kesempatannya untuk mengatakan kepada Oji. Namun dia belum siap menghadapi kemarahan Oji.

“Oh iya, Ji. Ada yang mau gue omongin ama lo. Tapi lo jangan marah dulu ya.”

“Ada apaan sih mpok? Kayaknya penting amat. Serius begini ngomongnya.”

“Gue gak jadi nikah sama Fahmi.”

“Loh kenapa mpok? Bang Fahmi ngelakuin apa? Emangnya ada apaan?” Oji terdengar panic. Dia bingung atas apa yang terjadi dengan kakak semata wayangnya ini. Betapa Oji hanya ingin kakaknya bahagia.

“Gak. Fahmi gak ngelakuin apa-apa kok. Cuma gue sama dia mutusin untuk batalin pernikahan kita.”

“Ya tapi kenapa mpok? Mpok jangan buat Oji panic dong.”

“Lo tenang aja, Ji. Gue jadi nikah kok”

“Lah kan pernikahan mpok batal. Emang mpok mau nikah sama siapa?”

            Romlah menarik nafas panjang. Dia mempersiapkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Dengan hati-hati Romlah berbicara kata demi kata.

“Gue mau nikah ama Raihan”

“Apa? Raihan?” Oji kaget bukan kepalang. Suara kerasnya menggambarkan betapa dia marah atas apa yang diucapkan oleh kakaknya.

“Gimana mungkin mpok bisa nikah ama Raihan? Raihan itu udah menghilang. Ngapain mpok masih mengharapkan dia kembali? Udahlah mpok.”

“Gue, Fahmi dan Raihan sudah membicarakan ini. Dan ini keputusan kami bersama. Lagian..”

“Udah mpok, Oji gak mau denger. Pokoknya Oji gak setuju klo mpok nikah ama Raihan. Klo mpok tetep nekat, jangan harap mpok bakal ketemu Oji ama Nafisa lagi.”

            Belum sempet Romlah menjawab, Oji sudah menutup telpon dengan keras. Apa yang harus dilakukan Romlah? Haruskah dia mempertahankan hubungannya dengan Raihan? Atau mengikuti keinginan adik tercinta? Stay tune.. *kecupbasah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar