KISAH ROMLAH RAIHAN (Tukang Bubur Naik Haji) part 5
Romlah menjatuhkan diri ke atas kasur. Setelah Fahmi
pulang, tiba-tiba badannya terrasa lelah. Otaknya berputar-putar. Pembicaraan dengan
Fahmi membuatnya merenungkan semua yang terjadi. Mengajaknya mengenang apa yang
terjadi tiga bulan belakangan ini. Kepergian Raihan yang tiba-tiba setelah
kedatangannya yang juga mendadak, lamaran Fahmi hingga rencana pernikahan
mereka, lalu yang paling mengejutkan pertemuannya dengan Raihan. Raihan datang
disaat yang belum tentu tepat. Dia bisa saja hadir hanya untuk menjadi kerikil
kecil dalam kisahnya dengan Fahmi. Atau justru Raihan hadir untuk menawarkan
lagi cinta itu.
Lalu mengapa tiba-tiba Fahmi ingin membatalkan pernikahan
mereka? Bukankah seharusnya Fahmi mempertahankannya? Apa memang Romlah tidak
patut diperjuangkan dan dipertahankan? Begitu banyak pertanyaan berkecamuk
dipikirannya. Romlah ingin teriak sekencang-kencangnya. Betapa sulit merengkuh
kebahagiaan itu.
***
Raihan hanya terdiam saat terpaksa harus mengantar Irene
ke rumah Romlah. Raihan tidak siap bila harus bertemu dengan wanita yang masih
mengisi hatinya. Perasaannya tak menentu. Ingin dia membatalkan semua dan
memutar arah mobil kembali ke rumah. Namun dia harus menemani Irene
mengantarkan barang Romlah yang terbawa Irene.
Pandangan Irene lurus kedepan. Sesekali diliriknya Raihan
yang sedang serius mengemudi. Udara di mobil ini bertambah dingin, padahal
pendingin mobil terpasang normal. Irene tak mengerti kenapa Raihan begitu takut
dia ketemu Romlah. Hingga harus dikawal agar tak terlalu lama bertemu.
Tanpa terasa mobil mereka telah sampai di depan rumah
Romlah. Raihan memandang rumah itu lekat-lekat. Rumah yang dulu hampir setiap
hari ia kunjungi. Rumah dengan sejuta kenangan baik itu kenangan indah maupun
pahit. Betapa dia merindukan semua momen yang tercipta di rumah itu.
“Setelah ketemu Tante
Romlah dan memberi barangnya kamu langsung keluar. Papa tunggu kamu di mobil. Ingat
jangan lama-lama dan gak perlu mengobrol.” Raihan memperingati Irene panjang
lebar. Irene yang hendak membuka pintu mobil hanya mengangguk kecil. Dengan langkah
lunglai Irene memasuki rumah Romlah.
Setelah dipersilahkan Mbak Wati masuk, Irene duduk di
ruang tamu menunggu Romlah. Dipandanginya seluruh ruangan itu. Hingga dia tak
menyadari ada yang masuk.
“Assalamualaikum…”
ZeeZee yang baru pulang sekolah heran ada anak SMP duduk di ruang tamu
rumahnya. Kalau dilihat-lihat dia bukan anak kampung Dukuh. Walau dia baru
tinggal disini, ZeeZee sudah mengenal hampir seluruh anak kampung Dukuh. Diperhatikannya
tamu yang sedang serius memandangi setiap jengkal rumahnya seakan ingin
menelanjangi seluruh isinya.
“Maaf.. Assalamualaikun…”
Irene yang kaget akan suara ZeeZee memandang polos.
“Maaf kaget yaa. Abis
dari tadi salamnya gak dijawab. Klo boleh tau mau ketemu siapa ya?” ZeeZee
langsung duduk berhadapan dengan Irene. Irene yang masih kaget hanya memandang
diam. Setelah tersadar dia hanya mampu tersenyum.
“Maaf gak kedengeran. Aku
Irene mau ketemu Tante Romlah” Irene mengulurkan tangannya tanda perkenalan.
“Ohh.. Aku ZeeZee
keponakannya Tante Romlah. Udah lama? Biar aku panggilin Tante Romlah dulu ya.”
Belum ZeeZee beranjak dari bangku, Romlah telah muncul dari dalam rumah.
“Loh Irene. Ada apa ya?”
Romlah kaget melihat Irene datang ke rumahnya.
“Ini tante, aku mau
balikin barang tante yang kebawa sama aku semalam.” Sambil tersenyum Irene
memberikan barang Romlah. Romlah hanya tersenyum tipis saat menerima barang
itu. Dia sendiri bahkan tak menyadari barangnya terbawa. Mungkin rasa senang
semalam membuatnya lupa mendadak.
“Ya ampun tante aja gak
sadar. Makasih yaa. Oh iya kamu kesini sama siapa? Kok kamu tau rumah tante?”
Romlah memberikan pertanyaan yang sesungguhnya dia sudah tahu jawabannya. Hanya
ingin mempertegas saja.
“Oh Tante Romlah ketemu
sama kamu semalam. Kok bisa bahagia banget ya? Aku kira tante ketemu Om Raihan.”
ZeeZee memotong pembicaraan Romlah dan Irene. Betapa dia kesal karena
tebakannya semalam salah.
“ZeeZee….” Romlah
memelototi ZeeZee. Yang dipelototi hanya melengos tanpa perasaan bersalah.
“Raihan itu papa aku. Tuh
orangnya lagi di mobil. Papa yang ngantar aku kesini.” Irene menjawab dengan
polos pertanyaan kedua orang yang berada di depannya. ZeeZee tersenyum penuh
arti. Dia tahu apa yang harus dilakukan.
“Kok gak diajak masuk
sih? Malah ditinggal di mobil.” ZeeZee memandang keluar. Dilihatnya mobil
silver bertengger di depan pagar rumah. Otaknya berputar memikirkan cara agar
Raihan bisa diajak masuk.
ZeeZee pamit kedalam rumah dengan alasan ingin berganti
pakaian. Melalui pintu belakang, ZeeZee mendekati mobil Raihan. Raihan yang
sedang merenung kaget mendengar ketukan keras dikaca mobilnya. Dengan berpura-pura
panik, ZeeZee mengatakan kalau Irene dimarahi Fahmi. Raihan yang tidak terima
langsung masuk kedalam rumah tanpa berpikir sedikitpun.
Dalam keadaan panik dan marah, Raihan memasuki rumah
Romlah sambil berteriak memanggil Irene. Irene yang sedang mengobrol dengan
Romlah kaget bukan kepalang. Dia bingung kenapa Raihan bisa begini.
“Papa kenapa kok panik gitu?”
Irene mendekati Raihan. Raihan yang belum menyadari apapun memeluk Irene dengan
erat.
“Kamu gak kenapa-kenapa
kan sayang?” Raihan yang masih panik memeriksa setiap jengkal tubuh Irene. Dia tak
mau ada goresan sedikitpun akibat sentuhan kasar Fahmi.
“Hai om. Daripada om di
mobil sendirian mending ngobrol bareng kita disini.” ZeeZee yang muncul dari
belakang Raihan hanya tersenyum. Dia tahu semua yang dia lakukan salah karena
membohongi orang tua, tapi tidak ada cara lain untuk mengajak Raihan masuk.
Raihan yang mulai sadar melihat sekeliling. Jelas tidak
ada Fahmi disini. Yang ada hanya Romlah yang masih duduk dengan wajah bingung
memandang kelakuannya. Dipandangi wajah Irene yang juga bingung dengan apa yang
terjadi. Sedangkan ZeeZee hanya memasang wajah tersenyum manis agar semua yang
ada dapat memaafkan tingkahnya.
”ZeeZee, kamu apa-apaan
sih? Ngapain kamu kerjain Om Raihan kayak gini? Apa yang udah kamu bilang?”
Romlah yang menyadari kelakuan ZeeZee memandang marah. Dia gak tahu apa maksud
dari keponakannya satu ini. Jelas ini membuatnya canggung didepan Raihan.
Yang dimarahi malah memasang senyum tambah lebar. Dia jelas
tidak merasa bersalah, namun ZeeZee juga tidak tahu bahwa apa yang dilakukannya
dapat membuat hidup Romlah berputar 180 derajat.
“Oke Irene, apa
keperluan kamu disini telah selesai?” Raihan yang sudah menyadari menjadi
korban kejahilan ZeeZee hanya bisa menarik nafas panjang. Dia tak tahu harus
berbuat apa. Dia hanya mencoba kembali tenang.
“Udah kok, Pap. Oh iya,
kita diundang sama Tante Romlah untuk menghadiri pernikahannya dengan Om Fahmi
minggu depan. Papa bisa hadirkan?” Irene memandang Raihan menunggu jawaban. Begitu
juga Romlah dan ZeeZee. Mereka menanti reaksi Raihan atas undangan tersebut.
“Aduuh maaf sayang. Minggu
depan kan kita harus ke KL” Raihan mencari jawaban terbaik agar tidak
mengecewakan. Namun jelas terpancar kekecewaan dari wajah ketiga wanita di
depannya. Irene dan ZeeZee tertunduk lesu. Sedangkan tanpa diduga, Romlah
meneteskan air matanya. Bukan untuk ketidakhadiran Raihan. Namun karena reaksi
dingin yang diberikan Raihan.
Romlah tidak melihat adanya rasa kehilangan dijawaban
yang diberikan Raihan. Romlah merasa sia-sia penantiannya selama ini. Betapa dia
mengharapkan jawaban lebih dari sekedar hadir dan tidak hadir. Mungkin bisa
kepanikan, atau sekedar ekspesi kaget bercampur sedih. Namun sayang, hal itu
tidak didapatkan Romlah dari Raihan.
“Raihan, sebelum kamu pergi aku punya satu
permintaan. Mungkin sebagai permintaan terakhir aku ke kamu.” Romlah yang hanya
terdiam sejak Raihan masuk, seketika berdiri dan menatap mata Raihan. Dilangkahkan
kakinya mendekati Raihan. Dengan mata saling bertatap ada getar yang dirasakan
keduanya.
“Raihan, kamu tau klo
aku sangat mencintai kamu. Bahkan hingga detik ini. Kamu juga tau status aku
sehingga aku sudah tidak mungkin lagi hanya sekedar main-main atau menunggu kejelasan
dari kamu. Aku ingin melanjutkan hidup aku dengan tenang. Namun bayangan kamu
selalu mengusik setiap langkahku, membuatku kembali pada mimpi klo kamu akan
datang dan membawa kebahagiaan buat aku. Sekarang aku mohon lepaskan aku dari
bayangan kamu. Satu perminaan aku, tatap mata aku dan katakana bahwa kamu sudah
tidak mencintai aku. Bahwa kamu sudah melupakan aku. Ini dapat membantuku
bangun dari mimpiku tentang kita. Aku mohon, Raihan.”
Raihan terteguh kaku mendengar perkataan Romlah. Kata demi
kata dicernanya baik-baik. Betapa senang mendengar bahwa Romlah masih
mencintainya. Ingin dia berkata bahwa dia juga mencintai Romlah. Namun keadaan
tidak memungkinkannya berkata demikian. Ditatapnya wajah Romlah, ada
kesungguhan disetiap detail wajahnya. Raihan kenal betul bagaimana Romlah. Dia tidak
akan seserius ini kalau memang hal ini tidak penting.
Lalu apa yang akan dikatakan Raihan? Bagaimana dengan Fahmi
bila Romlah dan Raihan bersatu? Stay tune.. *kecupbasah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar