KISAH ROMLAH RAIHAN (Tukang Bubur Naik Haji) part 13
Sepulang dari rumah Riyamah, Romlah tak juga dapat
beristirahat dengan tenang. Pikirannya terus melayang membayangkan hal terburuk
yang akan terjadi. Romlah takut kehilangan Raihan. Dia tak mampu membayangkan
hidup tanpa Raihan. Romlah menerka-nerka hal yang mungkin bisa jadi penyebab
Raihan menduakan cintanya. Pikirannya kalut.
Sepanjang hari dilalui Romlah dengan perasaan cemas.
Rencana untuk mengerjakan pekerjaan kantor di rumah pun terbengkalai karena
rasa takut yang menyelimuti. Romlah merasakan sesuatu yang berbeda dari
dirinya. Semua perasaan yang dirasa menjadi berlebihan dari biasa. Romlah
menjadi tidak bisa berpikir jernih.
“Kok bang Raihan
pulangnya lama banget ya? Dia kemana dulu sih? Jangan-jangan dia jalan dulu
lagi sama cewek lain.” Romlah mondar-mandir di ruang tamu sambil sesekali
memandang ke luar memastikan kedatangan Raihan.
Nafisa yang sudah kembali dari rumah orang tuanya
memperhatikan Romlah. Melihat Romlah mondar-mandir tidak jelas, Nafisa hanya
mampu mengeleng-geleng kepala. Di dekatinya Romlah yang masih sibuk dengan
kegiatannya hingga tak menjadari kedatangan Nafisa.
“Mpook..” Suara lembut
Nafisa ternyata cukup mengagetkan Romlah yang sedang serius memandang ke luar
rumah.
“Ya ampun, Naf. Lo
ngagetin aja sih.”
“Maaf, Mpok. Tapi mpok
ngapain daritadi mondar-mandir aja? Nungguin siapa sih?” Nafisa mengikuti
Romlah memandang ke luar rumah.
“Raihan.” Romlah
menjawab pertanyaan Nafisa tanpa melihat.
“Bang Raihan? Bukannya
bang Raihan ke kantor ya, mpok?”
“Ya iya emang. Makanya
gue nungguin dia pulang.” Romlah terus memandang ke luar.
“Tapikan ini masih jam
2, mpok. Bang Raihan paling cepet kan pulang jam 5.” Nafisa memandang Romlah
heran. Tak biasanya Romlah berperilaku seperti ini.
“Kok lama banget sih,
Naf?” Nafisa hanya memandang bengong mendengar pertanyaan Romlah.
Kali ini Nafisa tak mengucap satu katapun saat melihat
Romlah kembali sibuk dengan kegiatannya sendiri. Memandang keluar dengan wajah
cemas sambil sesekali melihat jam.
***
Romlah menunggu Raihan di kamar. Rasa lelah menunggu
Raihan berubah menjadi rasa marah. Romlah hanya berdiam diri di kamar walau dia
tahu Raihan telah pulang. Raihan yang juga lelah langsung menuju kamar dengan
harapan dapat langsung beristirahat.
“Abis darimana kamu?”
Romlah langsung memberikan pertanyaan ketika Raihan memasuki kamar.
“Dari kantor.” Raihan
yang menyadari suasana panas di dalam kamar memilih untuk mengalah. Dia terlalu
lelah untuk bertengkar dengan Romlah.
Raihan
mendekati Romlah untuk mencium keningnya seperti kebiasaan mereka semenjak
menikah. Romlah mencium bau parfum wanita saat Raihan mendekatinya.
“Kamu darimana?” Kali
ini Romlah menanyakannya dengan nada tinggi.
“Kamu kenapa? Semenjak kemarin
kamu marah-marah terus. Saya lelah, Romlah. Saya tidak ingin bertengkar dengan
kamu sekarang. Lebih baik saya membersihkan diri.” Raihan melangkahkan kaki ke
kamar mandi.
“Membersihkan bukti klo
kamu selingkuh.” Perkataan Romlah membuat Raihan berbalik badan. Raihan menatap
tajam Romlah yang kini menatapnya dengan air mata. Rasa kesal ditahan Raihan. Dia
menarik nafas beberapa kali agar mampu menenangkan hatinya.
“Saya tidak tahu
pikiran apa yang sudah meracuni kamu hingga bisa menuduh saya seperti itu.”
Raihan menarik nafas kembali. Ingin rasanya menumpahkan rasa kesal itu pada
Romlah. Namun Raihan tak pernah mampu melihat Romlah menangis.
“Saya tidak ingin
meneruskan pembicaraan ini.” Raihan melanjutkan langkah menuju kamar mandi.
***
Raihan tak habis pikir dengan apa yang diucapkan Romlah. Dia
yang begitu mencintai Romlah dituduh berselingkuh. Di ruang kerja, Raihan
beberapa kali membalik-balik laporan dari kantor di hadapannya. Konsentrasinya
buyar memikirkan Romlah. Pandangannya melayang melihat setiap sudut ruangan,
tapi jiwanya tidak sedang disini.
Permasalahan dikantor ditambah masalah dengan Romlah
membuat Raihan tak mampu lagi berpikir. Raihan menggerakan semua persendian. Rasa
lelahnya telah sampai ambang batas. Betapa saat ini dia membutuhkan sentuhan
Romlah.
***
ZeeZee yang menyadari permasalahan orang tuanya mencoba
tidak memperdulikan. Dia tidak ingin ikut campur terlalu jauh. Irene yang juga
menyadarinya memiliki sifat berbeda dengan ZeeZee. Dia justru memikirkan
terlalu dalam permasalahan orang tua mereka.
“Kak, mimi sama papa
kenapa sih?” Dengan wajah cemas Irene mendatangi ZeeZee yang sedang di kamar.
“Udah lo gak usah
pikirin. Mending belajar sana.” ZeeZee tetap focus pada tugas sekolahnya.
“Tapi kak..” Irene
tetap mendesak ZeeZee untuk membahas semua.
“Kita masih anak kecil,
gak boleh ikut campur masalah orang tua.” ZeeZee mencoba bersikap netral dalam
masalah ini. Dia juga merasakan kecemasan yang sama dengan yang dirasakan
Irene. Namun kedewasaan membuatnya mampu memandang permasalahan ini dari sisi
lain.
“Tapi kok berantemnya
gak selesai-selesai ya?”
“Suami istri berantem
itu biasa. Anggep aja bumbu-bumbu pernikahan.”
“Kak ZeeZee sok dewasa.”
“Yee dikasih tau malah
ngatain.” ZeeZee cemberut iseng pada Irene. Irene hanya tersenyum melihat muka
ZeeZee. Pikirannya masih terpaku pada masalah orang tua mereka.
“Udah klo lo gak ada PR,
mending lo tidur. Awas besok kesiangan loh.”
Irene meninggalkan kamar ZeeZee dengan wajah cemberut. Solusi
yang diharapkan datang dari ZeeZee ternyata tidak didapatnya. Irene memutar
otak agar mendapatkan cara untuk membantu orang tuanya rukun kembali.
“Ah klo masalah kayak
gini gue kalah jago sama kak ZeeZee. Cuma dia yang punya otak penuh dengan
ide-ide aneh.” Irene menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Akhirnya Irene
memilih tidur karena tak kunjung mendapatkan ide apapun.
***
“Bang, aku mau bicara. Bisakan
kamu berangkat agak siang?” Romlah memulai pembicaraan saat Raihan tengah
merapikan diri bersiap berangkat ke kantor. Romlah yang masih memakai pakaian
tidur memandang tajam Raihan. Tak ada senyum pagi yang biasa diberikan.
“Saya sedang banyak
pekerjaan. Bagaimana saat kita makan siang?” Raihan memandang Romlah datar.
“Aku mau sekarang!”
Romlah bersikap tegas tanpa ekspresi apapun.
“Aku ada janji meeting
pagi ini dengan klien.” Romlah langsung duduk tanpa berbicara. Raihan yang
sudah hapal dengan sikap Romlah. Dia tahu bahwa Romlah sedang merajuk. Raihan
langsung mengambil telpon genggam dan menghubungi sekretaris pribadinya.
“Hallo, Siska. Saya mau
kamu membatalkan semua janji saya hari ini. Tolong di reschedul ulang semuanya.”
Telpon gengam ditutup Raihan. Raihan berjalan mendekati Romlah.
“Kamu tidak ke kantor
lagi hari ini?” Raihan memastikan keadaan Romlah. Dia tahu bukan tipe Romlah
meninggalkan pekerjaannya sampai 2 hari.
“Aku sedang tidak ingin
membahas masalah pekerjaan. Aku ingin membahas masalah kita.” Romlah menatap
tajam Raihan. Raihan yang menyadari sikap Romlah hanya mampu menarik nafas.
“Sebenarnya masalah
bukan ada di kita, tapi di kamu.” Raihan tetap berusaha tidak menaikan volume
suaranya. Raihan menarik nafas agar mampu mengontrol emosi yang bisa saja
terpancing atas sikap Romlah.
“Aku, abang bilang. Seharusnya
aku yang nanya sama abang. Abang ini kenapa? Salah aku apa sama abang sehingga
abang tega ngelakuin ini?”
“Apa yang sudah saya
lakuin, Romlah? Saya tidak mengerti semua pembicaraan kamu selama ini.” Romlah
mulai terisak menghadapi Raihan yang juga tak mau disalahkan begitu saja.
“Bang, aku bisa maafin
semua kesalahan abang, apapun itu. Tapi aku gak pernah bisa nerima sebuah
pengkhianatan, bang. Aku gak rela diduakan dan aku gak pernah mau diduakan.”
“Siapa yang sudah
menduakan kamu?”
“Bang, aku cape kamu ngeles terus. Aku udah
gak peduli lagi apa yang kamu lakuin. Aku gak bisa hidup dengan seorang
pengkhianat.”
“Maksud kamu? Romlah,
kamu jangan main-main ya!”
“Aku gak main-main,
bang.”
“Romlah, saya pernah
bilang bahwa saya akan melakukan apapun asal kamu bahagia. Sekarang mau kamu
apa? Asal kamu bahagia, saya akan menuruti semuanya.”
Raihan menatap Romlah dengan tatapan datar. Romlah yang
sejak tadi sudah dipenuhi air mata hanya mampu menutup wajahnya sambil terus
terisak.
Apa yang diinginkan Romlah? Akankah Raihan menuruti semua
permintaan Romlah? Stay tune.. *kecupbasah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar