Translate

Sabtu, 22 Februari 2014

KISAH ROMLAH RAIHAN (Tukang Bubur Naik Haji) part 13

            Sepulang dari rumah Riyamah, Romlah tak juga dapat beristirahat dengan tenang. Pikirannya terus melayang membayangkan hal terburuk yang akan terjadi. Romlah takut kehilangan Raihan. Dia tak mampu membayangkan hidup tanpa Raihan. Romlah menerka-nerka hal yang mungkin bisa jadi penyebab Raihan menduakan cintanya. Pikirannya kalut.

            Sepanjang hari dilalui Romlah dengan perasaan cemas. Rencana untuk mengerjakan pekerjaan kantor di rumah pun terbengkalai karena rasa takut yang menyelimuti. Romlah merasakan sesuatu yang berbeda dari dirinya. Semua perasaan yang dirasa menjadi berlebihan dari biasa. Romlah menjadi tidak bisa berpikir jernih.

“Kok bang Raihan pulangnya lama banget ya? Dia kemana dulu sih? Jangan-jangan dia jalan dulu lagi sama cewek lain.” Romlah mondar-mandir di ruang tamu sambil sesekali memandang ke luar memastikan kedatangan Raihan.

            Nafisa yang sudah kembali dari rumah orang tuanya memperhatikan Romlah. Melihat Romlah mondar-mandir tidak jelas, Nafisa hanya mampu mengeleng-geleng kepala. Di dekatinya Romlah yang masih sibuk dengan kegiatannya hingga tak menjadari kedatangan Nafisa.

“Mpook..” Suara lembut Nafisa ternyata cukup mengagetkan Romlah yang sedang serius memandang ke luar rumah.

“Ya ampun, Naf. Lo ngagetin aja sih.”

“Maaf, Mpok. Tapi mpok ngapain daritadi mondar-mandir aja? Nungguin siapa sih?” Nafisa mengikuti Romlah memandang ke luar rumah.

“Raihan.” Romlah menjawab pertanyaan Nafisa tanpa melihat.

“Bang Raihan? Bukannya bang Raihan ke kantor ya, mpok?”

“Ya iya emang. Makanya gue nungguin dia pulang.” Romlah terus memandang ke luar.

“Tapikan ini masih jam 2, mpok. Bang Raihan paling cepet kan pulang jam 5.” Nafisa memandang Romlah heran. Tak biasanya Romlah berperilaku seperti ini.

“Kok lama banget sih, Naf?” Nafisa hanya memandang bengong mendengar pertanyaan Romlah.

            Kali ini Nafisa tak mengucap satu katapun saat melihat Romlah kembali sibuk dengan kegiatannya sendiri. Memandang keluar dengan wajah cemas sambil sesekali melihat jam.

***

            Romlah menunggu Raihan di kamar. Rasa lelah menunggu Raihan berubah menjadi rasa marah. Romlah hanya berdiam diri di kamar walau dia tahu Raihan telah pulang. Raihan yang juga lelah langsung menuju kamar dengan harapan dapat langsung beristirahat.

“Abis darimana kamu?” Romlah langsung memberikan pertanyaan ketika Raihan memasuki kamar.

“Dari kantor.” Raihan yang menyadari suasana panas di dalam kamar memilih untuk mengalah. Dia terlalu lelah untuk bertengkar dengan Romlah.

Raihan mendekati Romlah untuk mencium keningnya seperti kebiasaan mereka semenjak menikah. Romlah mencium bau parfum wanita saat Raihan mendekatinya.

“Kamu darimana?” Kali ini Romlah menanyakannya dengan nada tinggi.

“Kamu kenapa? Semenjak kemarin kamu marah-marah terus. Saya lelah, Romlah. Saya tidak ingin bertengkar dengan kamu sekarang. Lebih baik saya membersihkan diri.” Raihan melangkahkan kaki ke kamar mandi.

“Membersihkan bukti klo kamu selingkuh.” Perkataan Romlah membuat Raihan berbalik badan. Raihan menatap tajam Romlah yang kini menatapnya dengan air mata. Rasa kesal ditahan Raihan. Dia menarik nafas beberapa kali agar mampu menenangkan hatinya.

“Saya tidak tahu pikiran apa yang sudah meracuni kamu hingga bisa menuduh saya seperti itu.” Raihan menarik nafas kembali. Ingin rasanya menumpahkan rasa kesal itu pada Romlah. Namun Raihan tak pernah mampu melihat Romlah menangis.

“Saya tidak ingin meneruskan pembicaraan ini.” Raihan melanjutkan langkah menuju kamar mandi.

***

            Raihan tak habis pikir dengan apa yang diucapkan Romlah. Dia yang begitu mencintai Romlah dituduh berselingkuh. Di ruang kerja, Raihan beberapa kali membalik-balik laporan dari kantor di hadapannya. Konsentrasinya buyar memikirkan Romlah. Pandangannya melayang melihat setiap sudut ruangan, tapi jiwanya tidak sedang disini.

            Permasalahan dikantor ditambah masalah dengan Romlah membuat Raihan tak mampu lagi berpikir. Raihan menggerakan semua persendian. Rasa lelahnya telah sampai ambang batas. Betapa saat ini dia membutuhkan sentuhan Romlah.

***

            ZeeZee yang menyadari permasalahan orang tuanya mencoba tidak memperdulikan. Dia tidak ingin ikut campur terlalu jauh. Irene yang juga menyadarinya memiliki sifat berbeda dengan ZeeZee. Dia justru memikirkan terlalu dalam permasalahan orang tua mereka.

“Kak, mimi sama papa kenapa sih?” Dengan wajah cemas Irene mendatangi ZeeZee yang sedang di kamar.

“Udah lo gak usah pikirin. Mending belajar sana.” ZeeZee tetap focus pada tugas sekolahnya.

“Tapi kak..” Irene tetap mendesak ZeeZee untuk membahas semua.

“Kita masih anak kecil, gak boleh ikut campur masalah orang tua.” ZeeZee mencoba bersikap netral dalam masalah ini. Dia juga merasakan kecemasan yang sama dengan yang dirasakan Irene. Namun kedewasaan membuatnya mampu memandang permasalahan ini dari sisi lain.

“Tapi kok berantemnya gak selesai-selesai ya?”

“Suami istri berantem itu biasa. Anggep aja bumbu-bumbu pernikahan.”

“Kak ZeeZee sok dewasa.”

“Yee dikasih tau malah ngatain.” ZeeZee cemberut iseng pada Irene. Irene hanya tersenyum melihat muka ZeeZee. Pikirannya masih terpaku pada masalah orang tua mereka.

“Udah klo lo gak ada PR, mending lo tidur. Awas besok kesiangan loh.”

            Irene meninggalkan kamar ZeeZee dengan wajah cemberut. Solusi yang diharapkan datang dari ZeeZee ternyata tidak didapatnya. Irene memutar otak agar mendapatkan cara untuk membantu orang tuanya rukun kembali.

“Ah klo masalah kayak gini gue kalah jago sama kak ZeeZee. Cuma dia yang punya otak penuh dengan ide-ide aneh.” Irene menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Akhirnya Irene memilih tidur karena tak kunjung mendapatkan ide apapun.

***

“Bang, aku mau bicara. Bisakan kamu berangkat agak siang?” Romlah memulai pembicaraan saat Raihan tengah merapikan diri bersiap berangkat ke kantor. Romlah yang masih memakai pakaian tidur memandang tajam Raihan. Tak ada senyum pagi yang biasa diberikan.

“Saya sedang banyak pekerjaan. Bagaimana saat kita makan siang?” Raihan memandang Romlah datar.

“Aku mau sekarang!” Romlah bersikap tegas tanpa ekspresi apapun.

“Aku ada janji meeting pagi ini dengan klien.” Romlah langsung duduk tanpa berbicara. Raihan yang sudah hapal dengan sikap Romlah. Dia tahu bahwa Romlah sedang merajuk. Raihan langsung mengambil telpon genggam dan menghubungi sekretaris pribadinya.

“Hallo, Siska. Saya mau kamu membatalkan semua janji saya hari ini. Tolong di reschedul ulang semuanya.” Telpon gengam ditutup Raihan. Raihan berjalan mendekati Romlah.

“Kamu tidak ke kantor lagi hari ini?” Raihan memastikan keadaan Romlah. Dia tahu bukan tipe Romlah meninggalkan pekerjaannya sampai 2 hari.

“Aku sedang tidak ingin membahas masalah pekerjaan. Aku ingin membahas masalah kita.” Romlah menatap tajam Raihan. Raihan yang menyadari sikap Romlah hanya mampu menarik nafas.

“Sebenarnya masalah bukan ada di kita, tapi di kamu.” Raihan tetap berusaha tidak menaikan volume suaranya. Raihan menarik nafas agar mampu mengontrol emosi yang bisa saja terpancing atas sikap Romlah.

“Aku, abang bilang. Seharusnya aku yang nanya sama abang. Abang ini kenapa? Salah aku apa sama abang sehingga abang tega ngelakuin ini?”

“Apa yang sudah saya lakuin, Romlah? Saya tidak mengerti semua pembicaraan kamu selama ini.” Romlah mulai terisak menghadapi Raihan yang juga tak mau disalahkan begitu saja.

“Bang, aku bisa maafin semua kesalahan abang, apapun itu. Tapi aku gak pernah bisa nerima sebuah pengkhianatan, bang. Aku gak rela diduakan dan aku gak pernah mau diduakan.”

“Siapa yang sudah menduakan kamu?”

 “Bang, aku cape kamu ngeles terus. Aku udah gak peduli lagi apa yang kamu lakuin. Aku gak bisa hidup dengan seorang pengkhianat.”

“Maksud kamu? Romlah, kamu jangan main-main ya!”

“Aku gak main-main, bang.”

“Romlah, saya pernah bilang bahwa saya akan melakukan apapun asal kamu bahagia. Sekarang mau kamu apa? Asal kamu bahagia, saya akan menuruti semuanya.”

            Raihan menatap Romlah dengan tatapan datar. Romlah yang sejak tadi sudah dipenuhi air mata hanya mampu menutup wajahnya sambil terus terisak.

            Apa yang diinginkan Romlah? Akankah Raihan menuruti semua permintaan Romlah? Stay tune.. *kecupbasah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar