KISAH ROMLAH RAIHAN (Tukang Bubur Naik Haji) part 9
“Bang, Nafisa rasa
sikap abang udah keterlaluan sama Bang Raihan. Gak seharusnya abang selalu
memojokan Bang Raihan dengan mengungkit-ungkit masa lalu.” Nafisa pada Oji
ketika mereka sedang berdua di dalam kamar.
“Semua yang di dapet
Bang Raihan itu udah pantes. Seenaknya aja dia dateng dan pergi di kehidupannya
mpok. Eh, sekarang dia bisa milikin mpok lagi.” Oji melampiaskan kekecewaannya.
“Tapi kan kita liat klo
sekarang mpok bahagia. Ngapain abang usik lagi?” Nafisa mencoba memberikan
pengertian kepada suami tercinta. Namun ternyata Oji terlalu keras kepala untuk
menerima itu semua.
“Abang akan berhenti
sampai semua yang perih yang dirasakan mpok juga dirasakan Bang Raihan.”
“Sampai mpok dan Bang
Raihan bercerai?” Pertanyaan Nafisa mengagetkan Oji. Dia tersadar akan satu
hal. Kehancuran yang akan dirasakan oleh Raihan akibat ulahnya juga akan
dirasakan oleh Romlah.
***
“Anak-anak papa lagi
main apa?” Raihan dan Romlah menghampiri ZeeZee, Irene dan Romi yang tengah
asik bermain di ruang keluarga. Romi yang sedang bermain mobil-mobilan berlari
kecil menghampiri Raihan.
“Romi mau main sama
papa ya? Sini kita main mobil-mobilan bareng.” Romlah bahagia melihat
keharmonisan ditengah keluarganya. Sambil tersenyum tipis, diperhatikan ketiga
anak dan suami tercinta.
Tiba-tiba bayangan masa lalunya bersama Raihan muncul.
Mulai dari perkenalan yang tidak sengaja akibat ulah Kardun, pendekatan yang
intens yang dilakukan oleh Raihan, masa-masa kebahagiaan ketika mereka bersama,
terbongkarnya kisah Romlah bersama Kardun namun Raihan tetap menerimanya,
rencana pernikahan, sampai pembatalan pernikahan karena orang tua Raihan yang
tidak menyetujuinya.
Kini semua kenangan pahit dan manis itu membuahkan
kebahagiaan yang abadi. Yang akan Romlah jaga walau maut taruhannya. Kehadiran
Raihan, ZeeZee, Irene dan Romi adalah anugrah yang diberikan Allah yang harus
dijaga.
“Lagi pada asik nih.”
Oji dan Nafisa ikut bergabung di ruang keluarga. Mereka duduk disamping Romlah.
“Oh iya, mpok. Tadi
siang Oji gak liat mpok makan siang. Mpok lupa makan siang ya?” Oji menatap
Romlah dan Raihan bergantian.
“Oh itu. Gue makan
siang kok. Abang bawa makan siang ke kantor, jadi gue makan di ruangan berdua.”
“Ciyee.. Ciyeee.. So
Sweet dong.” ZeeZee yang terkenal jahil mencoba usil kepada kedua orang tuanya.
Romlah dan Raihan hanya tersipu malu.
“Papa dan mimi gak
ngapa-ngapain kan?” Irene menimpali keusilan ZeeZee. Dikedipkannya satu mata
kepada Romlah.
“Ngapain gimana?”
Romlah menjawab sambil tersenyum kecil. Jelas dia malu atas apa yang ada dalam
pikirannya sendiri.
“Ya gitu deh!” ZeeZee
dan Irene menjawab bersamaan sambil tertawa lepas. Diiringi tawa kecil Romlah.
“Keluarga yang aneh.”
Raihan menyeletuk dan tersenyum melihat tingkah ketiga bidadarinya. Dia bahagia
atas apa yang terjadi dalam hidupnya.
“Iya, aneh. Keluarga
aneh dimana sok gak mau menerima wanita karena status janda tapi bisa menerima
anak dengan status anak haram.” Perkataan Oji membuat semua orang menghetikan
aktivitasnya. Semua mata kini tertuju pada Oji seolah meminta penjelasan atas
apa yang dikatakannya.
Irene yang merasa perkataan Oji ditujukan untuknya
mencoba menahan amarah. Dadanya terlihat naik turun dengan nafas bergemuruh.
Tanpa terasa air matanya tak mampu lagi ditahan. Mengalir bagai anak sungai
dari mata sipitnya. Hal yang sama juga dirasakan oleh Raihan. Lebih dari itu,
dia sudah tak mampu menahan semua.
Irene berlari ke kamar diikuti oleh ZeeZee. ZeeZee yang
terus menatap Oji sambil melangkah memperlihatkan amarahnya. Dia jelas kecewa
atas apa yang dikatakan Oji. Romlah tak tahu lagi apa yang harus diperbuat.
“Oji, saya gak pernah
marah kamu bicara apapun tentang saya. Saya gak pernah dendam kamu mau
menyindir apapun tentang saya. Tapi tidak dengan anak saya. Saya tidak akan
menerima bila ada orang yang berani menyentuh apalagi menyakitinya. Siapapun
orangnya.” Raihan membuka suara ketika hanya tinggal mereka berempat di ruang
keluarga.
“Sekarang Oji maunya
apa? Saya tidak mau Oji terus-terusan menyakiti anak-anak saya. Klo Oji mau
Romlah, silahkan. Tapi jangan pernah sakiti ZeeZee, Irene dan Romi.” Raihan
mengakhiri perkataanya dengan melangkah menuju kamar. Dia tidak mau
pertengkaran ini terus melebar.
“Ji, mau lo apa sih? Lo
mau ngerusak rumah tangga gue? Lo mau gue bercerai dari Raihan?” Romlah
meluapkan amarannya pada Oji.
“Ji, kenapa gak lo
biarin gue bahagia dengan pilihan gue? Lo yang pernah bilang klo lo bakal
ngelakuin apapun asal gue bahagia. Sekarang lo gak harus ngelakuin banyak hal,
cukup hargain gue, Raihan dan anak-anak gue. Jangan sentuh apalagi nyakitin
mereka. Cuma itu, Ji.” Romlah tak mampu lagi menahan air matanya. Dia menangis
dihadapan Oji dan Nafisa.
Nafisa hanya mampu terteguh melihat yang terjadi. Dia tak
tahu harus membela siapa. Namun kali ini jelas, Oji bersalah. Apapun yang
terjadi tak mungkin dia membela yang bersalah. Nafisa hanya tertunduk ketika
ditatap oleh Romlah yang seakan meminta bantuan. Romlah meninggalkan Nafisa dan
Oji yang masih terdiam dengan pikirannya masing-masing.
***
Ketika memasuki kamar, Romlah mendapati Raihan sedang duduk
dipinggir tempat tidur sambil menahan amarahnya. Matanya memerah disertai nafas
yang tidak beraturan. Raihan marah besar.
Dengan langkah pelan, Romlah mendekati Raihan.
Digenggamnya tangan Raihan yang sedang mengepal. Kehangatan dan kelembutan
tangan Romlah tenyata mampu meredam amarah yang kini dirasakan Raihan. Raihan
menoleh dengan tatapan memelas. Memohon bantuan dan maaf atas apa yang terjadi.
“Sayang, maafin semua
perkataan Oji ya. Aku tau dia udah keterlaluan banget, tapi kamu jangan masukin
kedalam hati ya.” Romlah berbicara perlahan.
“Apa semua yang saya
lakuin, semua pengorbanan saya masih kurang untuk menebus semua kesalahan saya
sama kalian? Klo masih kurang bilang apa lagi yang harus saya lakukan. Jangan
Irene yang kalian korbankan.” Raihan membuang muka. Romlah memegang wajah
Raihan untuk dihadapkan dengan wajahnya.
“Gak ada, sayang. Gak
ada yang perlu kamu lakuin kecuali menjaga apa yang sudah kita punya saat ini.”
Romlah mencoba tersenyum memastikan semua baik-baik saja.
“Romlah, kamu adalah
segalanya bagi saya. Saya akan melakukan apapun demi kebahagiaan kamu dan
anak-anak. Maaf atas semua yang telah terjadi. Maaf atas semua yang telah saya
ucapkan.” Raihan menarik Romlah dalam pelukannya. Menyerah bukan kata yang
pantas untuk membalas semua pengorbanan mereka selama ini.
“Aku bahagia bersama
kamu. Itu sudah lebih dari cukup untuk menebus semua yang telah terjadi.
Kebersamaan kita dan anak-anak takkan mampu digantikan oleh apapun.” Romlah
mempererat pelukannya pada Raihan.
***
“Ren, udah dong. Jangan
nangis lagi ya. Perkataan Om Oji gak usah lo masukin dalam hati deh. Dia lagi
stress kali.” ZeeZee mencoba menenangkan Irene. Diusapnya punggung Irene yang
kini sedang tertungkup menutup mukanya dengan guling.
Irene menangis sejadinya. Dia tidak menyangka masa
lalunya akan diungkapkan sedemikian pahit oleh Oji. Masa lalu yang tak pernah
dia biarkan orang lain tahu. Masa lalu yang dia kubur dalam-dalam bersama
dengan rindu pada papa kandungnya. Masa lalu yang tak pernah mau dia ungkit.
“Kak, salah aku apa?
Aku gak pernah minta dilahirin sebagai anak yang gak punya papa. Aku gak pernah
mau dilahirin sama mama yang belum pernah menikah. Aku gak pernah memohon untuk
dilahirkan sebagai anak yang gak jelas asal usulnya. Aku gak pernah minta semua
terjadi sama aku, kak.” Irene menangis dalam pelukan ZeeZee.
“Ren, setiap anak yang
lahir ke dunia itu suci. Klo sampai ada anak dengan sebutan anak haram, itu
kesalahan kedua orang tuanya. Gak ada satu orangpun yang berhak menjatuhkan
kesalahan kepada sang anak. Lo gak salah apa-apa kok. Jadi lo gak usah mikir
macem-macem ya. Udah lupain semua yang diomongin Om Oji.” ZeeZee mengusap air
mata Irene, mencoba menenangkannya.
***
“Nafisa bener-bener
kecewa sama abang. Gak seharusnya abang bilang gitu sama Irene. Dia gak salah
apa-apa, bang” Nafisa menahan tangisnya. Dia tak menyangka suami yang
dicintainya tega berbuat demikian.
“Bang, abang pernah
banyangin gak klo itu terjadi pada diri abang? Klo abang diperlakukan seperti
Bang Raihan sama keluarga Nafisa. Gimana perasaan abang? Apa abang akan
pertahanin Nafisa seperti Bang Raihan mempertahakan Mpok Romlah? Apa abang
tetap mencintai Nafisa sebesar Bang Raihan mencintai Mpok Romlah?”
“Naf, udah ya. Abang
lagi gak mau berdebat. Kepala abang pusing.” Oji menarik selimut menutupi
seluruh tubuhnya.
“Bang, klo abang
mengalami hal yang sama dengan Bang Raihan, mungkin abang akan menceraikan
Nafisa. Tapi gak dengan bang Raihan.”
Malam ini mereka tutup dengan air mata dan kekecewaan.
Apakah semua akan berakhir baik-baik saja? Atau justru perpisahan jalan
terbaik? Stay tune.. *kecupbasah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar