Translate

Sabtu, 22 Februari 2014

KISAH ROMLAH RAIHAN (Tukang Bubur Naik Haji) part 13

            Sepulang dari rumah Riyamah, Romlah tak juga dapat beristirahat dengan tenang. Pikirannya terus melayang membayangkan hal terburuk yang akan terjadi. Romlah takut kehilangan Raihan. Dia tak mampu membayangkan hidup tanpa Raihan. Romlah menerka-nerka hal yang mungkin bisa jadi penyebab Raihan menduakan cintanya. Pikirannya kalut.

            Sepanjang hari dilalui Romlah dengan perasaan cemas. Rencana untuk mengerjakan pekerjaan kantor di rumah pun terbengkalai karena rasa takut yang menyelimuti. Romlah merasakan sesuatu yang berbeda dari dirinya. Semua perasaan yang dirasa menjadi berlebihan dari biasa. Romlah menjadi tidak bisa berpikir jernih.

“Kok bang Raihan pulangnya lama banget ya? Dia kemana dulu sih? Jangan-jangan dia jalan dulu lagi sama cewek lain.” Romlah mondar-mandir di ruang tamu sambil sesekali memandang ke luar memastikan kedatangan Raihan.

            Nafisa yang sudah kembali dari rumah orang tuanya memperhatikan Romlah. Melihat Romlah mondar-mandir tidak jelas, Nafisa hanya mampu mengeleng-geleng kepala. Di dekatinya Romlah yang masih sibuk dengan kegiatannya hingga tak menjadari kedatangan Nafisa.

“Mpook..” Suara lembut Nafisa ternyata cukup mengagetkan Romlah yang sedang serius memandang ke luar rumah.

“Ya ampun, Naf. Lo ngagetin aja sih.”

“Maaf, Mpok. Tapi mpok ngapain daritadi mondar-mandir aja? Nungguin siapa sih?” Nafisa mengikuti Romlah memandang ke luar rumah.

“Raihan.” Romlah menjawab pertanyaan Nafisa tanpa melihat.

“Bang Raihan? Bukannya bang Raihan ke kantor ya, mpok?”

“Ya iya emang. Makanya gue nungguin dia pulang.” Romlah terus memandang ke luar.

“Tapikan ini masih jam 2, mpok. Bang Raihan paling cepet kan pulang jam 5.” Nafisa memandang Romlah heran. Tak biasanya Romlah berperilaku seperti ini.

“Kok lama banget sih, Naf?” Nafisa hanya memandang bengong mendengar pertanyaan Romlah.

            Kali ini Nafisa tak mengucap satu katapun saat melihat Romlah kembali sibuk dengan kegiatannya sendiri. Memandang keluar dengan wajah cemas sambil sesekali melihat jam.

***

            Romlah menunggu Raihan di kamar. Rasa lelah menunggu Raihan berubah menjadi rasa marah. Romlah hanya berdiam diri di kamar walau dia tahu Raihan telah pulang. Raihan yang juga lelah langsung menuju kamar dengan harapan dapat langsung beristirahat.

“Abis darimana kamu?” Romlah langsung memberikan pertanyaan ketika Raihan memasuki kamar.

“Dari kantor.” Raihan yang menyadari suasana panas di dalam kamar memilih untuk mengalah. Dia terlalu lelah untuk bertengkar dengan Romlah.

Raihan mendekati Romlah untuk mencium keningnya seperti kebiasaan mereka semenjak menikah. Romlah mencium bau parfum wanita saat Raihan mendekatinya.

“Kamu darimana?” Kali ini Romlah menanyakannya dengan nada tinggi.

“Kamu kenapa? Semenjak kemarin kamu marah-marah terus. Saya lelah, Romlah. Saya tidak ingin bertengkar dengan kamu sekarang. Lebih baik saya membersihkan diri.” Raihan melangkahkan kaki ke kamar mandi.

“Membersihkan bukti klo kamu selingkuh.” Perkataan Romlah membuat Raihan berbalik badan. Raihan menatap tajam Romlah yang kini menatapnya dengan air mata. Rasa kesal ditahan Raihan. Dia menarik nafas beberapa kali agar mampu menenangkan hatinya.

“Saya tidak tahu pikiran apa yang sudah meracuni kamu hingga bisa menuduh saya seperti itu.” Raihan menarik nafas kembali. Ingin rasanya menumpahkan rasa kesal itu pada Romlah. Namun Raihan tak pernah mampu melihat Romlah menangis.

“Saya tidak ingin meneruskan pembicaraan ini.” Raihan melanjutkan langkah menuju kamar mandi.

***

            Raihan tak habis pikir dengan apa yang diucapkan Romlah. Dia yang begitu mencintai Romlah dituduh berselingkuh. Di ruang kerja, Raihan beberapa kali membalik-balik laporan dari kantor di hadapannya. Konsentrasinya buyar memikirkan Romlah. Pandangannya melayang melihat setiap sudut ruangan, tapi jiwanya tidak sedang disini.

            Permasalahan dikantor ditambah masalah dengan Romlah membuat Raihan tak mampu lagi berpikir. Raihan menggerakan semua persendian. Rasa lelahnya telah sampai ambang batas. Betapa saat ini dia membutuhkan sentuhan Romlah.

***

            ZeeZee yang menyadari permasalahan orang tuanya mencoba tidak memperdulikan. Dia tidak ingin ikut campur terlalu jauh. Irene yang juga menyadarinya memiliki sifat berbeda dengan ZeeZee. Dia justru memikirkan terlalu dalam permasalahan orang tua mereka.

“Kak, mimi sama papa kenapa sih?” Dengan wajah cemas Irene mendatangi ZeeZee yang sedang di kamar.

“Udah lo gak usah pikirin. Mending belajar sana.” ZeeZee tetap focus pada tugas sekolahnya.

“Tapi kak..” Irene tetap mendesak ZeeZee untuk membahas semua.

“Kita masih anak kecil, gak boleh ikut campur masalah orang tua.” ZeeZee mencoba bersikap netral dalam masalah ini. Dia juga merasakan kecemasan yang sama dengan yang dirasakan Irene. Namun kedewasaan membuatnya mampu memandang permasalahan ini dari sisi lain.

“Tapi kok berantemnya gak selesai-selesai ya?”

“Suami istri berantem itu biasa. Anggep aja bumbu-bumbu pernikahan.”

“Kak ZeeZee sok dewasa.”

“Yee dikasih tau malah ngatain.” ZeeZee cemberut iseng pada Irene. Irene hanya tersenyum melihat muka ZeeZee. Pikirannya masih terpaku pada masalah orang tua mereka.

“Udah klo lo gak ada PR, mending lo tidur. Awas besok kesiangan loh.”

            Irene meninggalkan kamar ZeeZee dengan wajah cemberut. Solusi yang diharapkan datang dari ZeeZee ternyata tidak didapatnya. Irene memutar otak agar mendapatkan cara untuk membantu orang tuanya rukun kembali.

“Ah klo masalah kayak gini gue kalah jago sama kak ZeeZee. Cuma dia yang punya otak penuh dengan ide-ide aneh.” Irene menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Akhirnya Irene memilih tidur karena tak kunjung mendapatkan ide apapun.

***

“Bang, aku mau bicara. Bisakan kamu berangkat agak siang?” Romlah memulai pembicaraan saat Raihan tengah merapikan diri bersiap berangkat ke kantor. Romlah yang masih memakai pakaian tidur memandang tajam Raihan. Tak ada senyum pagi yang biasa diberikan.

“Saya sedang banyak pekerjaan. Bagaimana saat kita makan siang?” Raihan memandang Romlah datar.

“Aku mau sekarang!” Romlah bersikap tegas tanpa ekspresi apapun.

“Aku ada janji meeting pagi ini dengan klien.” Romlah langsung duduk tanpa berbicara. Raihan yang sudah hapal dengan sikap Romlah. Dia tahu bahwa Romlah sedang merajuk. Raihan langsung mengambil telpon genggam dan menghubungi sekretaris pribadinya.

“Hallo, Siska. Saya mau kamu membatalkan semua janji saya hari ini. Tolong di reschedul ulang semuanya.” Telpon gengam ditutup Raihan. Raihan berjalan mendekati Romlah.

“Kamu tidak ke kantor lagi hari ini?” Raihan memastikan keadaan Romlah. Dia tahu bukan tipe Romlah meninggalkan pekerjaannya sampai 2 hari.

“Aku sedang tidak ingin membahas masalah pekerjaan. Aku ingin membahas masalah kita.” Romlah menatap tajam Raihan. Raihan yang menyadari sikap Romlah hanya mampu menarik nafas.

“Sebenarnya masalah bukan ada di kita, tapi di kamu.” Raihan tetap berusaha tidak menaikan volume suaranya. Raihan menarik nafas agar mampu mengontrol emosi yang bisa saja terpancing atas sikap Romlah.

“Aku, abang bilang. Seharusnya aku yang nanya sama abang. Abang ini kenapa? Salah aku apa sama abang sehingga abang tega ngelakuin ini?”

“Apa yang sudah saya lakuin, Romlah? Saya tidak mengerti semua pembicaraan kamu selama ini.” Romlah mulai terisak menghadapi Raihan yang juga tak mau disalahkan begitu saja.

“Bang, aku bisa maafin semua kesalahan abang, apapun itu. Tapi aku gak pernah bisa nerima sebuah pengkhianatan, bang. Aku gak rela diduakan dan aku gak pernah mau diduakan.”

“Siapa yang sudah menduakan kamu?”

 “Bang, aku cape kamu ngeles terus. Aku udah gak peduli lagi apa yang kamu lakuin. Aku gak bisa hidup dengan seorang pengkhianat.”

“Maksud kamu? Romlah, kamu jangan main-main ya!”

“Aku gak main-main, bang.”

“Romlah, saya pernah bilang bahwa saya akan melakukan apapun asal kamu bahagia. Sekarang mau kamu apa? Asal kamu bahagia, saya akan menuruti semuanya.”

            Raihan menatap Romlah dengan tatapan datar. Romlah yang sejak tadi sudah dipenuhi air mata hanya mampu menutup wajahnya sambil terus terisak.

            Apa yang diinginkan Romlah? Akankah Raihan menuruti semua permintaan Romlah? Stay tune.. *kecupbasah

Jumat, 14 Februari 2014

KISAH ROMLAH RAIHAN (Tukang Bubur Naik Haji) part 12



            Sesampainya di rumah, tak ada sepatah katapun keluar dari mulut Romlah. Dengan wajah cemberut Romlah langsung menuju kamar. Yang lainnya hanya memandang heran atas perubahan sifat yang drastis pada diri Romlah.



“Lebih baik Oji dan Nafisa istirahat dulu. ZeeZee dan Irene juga ya.”



“Bang, Oji mau bicara sebentar boleh?” Oji mencegah langkah Raihan yang ingin menyusul Romlah.



“Oh iya Ji silahkan.” Raihan dan Oji menuju ruang keluarga untuk berbicara sedangkan yang lainnya menuju kamar masing-masing



            Setelah sampai di ruang keluarga, Oji hanya menatap Raihan dengan serius. Selang beberapa menit, belum ada satu katapun keluar dari mulut keduanya.



“Bang, Oji mau minta maaf atas semua yang udah Oji lakuin ke abang. Atas semua perlakuan Oji ke abang. Oji bener-bener nyesel, bang. Oji minta maaf ya.” Oji menunduk malu setelah menyelesaikan kalimat terakhirnya. Raihan menatap haru sambil melangkah mendekati Oji.



“Oji tidak perlu pikirkan itu lagi. Abang sudah melupakan semuanya. Yang penting sekarang kita sudah kumpul bersama lagi. Klo ada apa-apa Oji bisa kasih tahu abang.” Raihan dan Oji pun berpelukan menandakan berakhirnya perang dingin diantara mereka.



***



            Setelah menyelesaikan permasalahannya dengan Oji, Raihan dihadapkan pada satu permasalahan lagi yaitu perubahan Romlah. Pikiran Raihan berputar mencari penyebab perubahan tersebut. Tak ada satu penyebabpun yang dapat ditemukan Raihan.



“Sayang, kamu kenapa?” Raihan mendekati Romlah yang duduk di tepi tempat tidur. Romlah yang masih kesal membuang muka.



“Sayang..” Raihan memegang kepala Romlah namun langsung ditepis oleh Romlah.



“Mending sekarang kamu mandi. Aku gak suka bau wanita ditubuh kamu.” Romlah berbicara ketus tanpa memandang Raihan. Raihan hanya mampu memandang heran.



“Bau wanita? Sayang, saya gunakan parfum yang biasa. Dan ini gak ada bau wanita.” Raihan mencoba memastikan bau ditubuhnya. Beberapa kali diciumnya tubuh sendiri.



“Udah gak usah pake alasan. Mending sekarang kamu mandi.” Raihan memilih untuk tidak berdebat dengan Romlah. Dengan perasaan heran, Raihan membersihkan diri.



“Kok bang Raihan setega itu sih sama gue. Ngapain coba dia?” Romlah berbicara kepada dirinya sendiri.



***



            Ditengah makan malam, Romlah tetap tak berbicara sedikitpun. Matanya focus pada piring yang hanya diaduk-aduk tanpa dimakan sedikitpun.



“Mpok, lo kenapa sih?” Oji yang daritadi memperhatikan Romlah menjadi penasaran.



“Gue gak kenapa-kenapa.” Romlah menjawab tanpa memperhatikan Oji.



“Sayang, dimakan ya makanannya, jangan diliatin aja.” Raihan mencoba menenangkan suasana.



            Romlah tak menghiraukan perkataan Raihan. Dia tetap tak menyentuh makanannya sedikitpun. Rasa kesal pada Raihan menghilangkan nafsu makannya malam ini. Kecurigaan atas sikap Raihan membuatnya tak mampu menahan amarahnya.



“Aku ke kamar duluan.” Romlah bangkit dari tempat duduknya sebelum akhirnya tangannya digenggam Raihan.



“Sayang, tapi kamu belum makan. Nanti kamu sakit.”



“Aku gak laper.” Dilepas Romlah tangan Raihan dengan kasar. Yang lainnya hanya memandang heran atas kejadian yang baru disaksikan mereka.



“Papa, mimi kenapa?” Irene bertanya sambil terus memperhatikan Romlah yang melangkah tegas ke kamar.



“Papa juga tidak tahu. Semenjak pulang tadi siang, mimi galak banget.”



“Mimi lagi M kali.” ZeeZee menimpali sambil tersenyum.



“M kak?” Irene dengan polos memandang ZeeZee.



“Iya, M. Mengamuk.” Irene cemberut mendengar jawaban ZeeZee. Yang lain tertawa menyaksikan kejahilan ZeeZee pada Irene. Sedangkan Raihan terus memandang pintu kamar yang kini sudah tertutup rapat.



            Mereka melanjutkan makan malam dengan mengobrol riang. Candaan di ruang makan tidak masuk ke dalam memori Raihan. Pikirannya tetap terfokus pada perubahan sikap Romlah yang membuatnya kian bingung. Raihan tidak mengerti dimana letak kesalahan yang dilakukannya sehingga Romlah bersikap ketus.



            Setelah makan malam, Raihan terus mengingat-ingat apa yang terjadi sepanjang hari ini. Dia merenungkan setiap kejadian yang mungkin terlewatkan. Raihan tak mampu mengingat apapun kecuali kejadian pembebasan Oji karena memang hanya itu yang terjadi hari ini. Sepanjang hari ini dia dan Romlah focus pada masalah pembebasan Oji.



***



            Raihan memandang Romlah yang sedang tidur. Tak ada sedikitpun perubahan pada diri Romlah. Romlah masih sama seperti dulu. Seperti saat mereka pertama bertemu. Walau dengan cara yang tidak menyenangkan, Raihan bersyukur Allah mempertemukannya dengan Romlah dan mengikat tali jodoh mereka. Cinta pada pandangan pertama membuatnya harus menggunakan berbagai cara untuk menaklukan hati Romlah.



            Memandang wajah Romlah membuat Raihan bernostalgia akan setiap kejadian dalam perjalanan cinta mereka. Perjalanan yang tidak mulus memberikan pelajaran yang banyak bagi Raihan, terutama tentang mempertahankan Romlah. Dia tidak ingin kehilangan Romlah.



            Raihan memeluk Romlah dengan perlahan. Dia tak ingin gerakannya menganggu tidur Romlah. Tanpa Raihan sadari, Romlah belum tertidur. Romlah menikmati pelukan Raihan. Tapi rasa cemburu yang sudah berkecamuk dalam dirinya tak mampu dia kendalikan. Tanpa terasa air mata Romlah jatuh. Sesungguhnya rasa takut kehilangan Raihan lebih besar dari segalanya. Akhirnya mereka berdua tertidur dengan perasaan masing-masing namun melalui cinta yang sama.



***



            Pagi ini Raihan dan Romlah terlambat bangun. Raihan yang terbangun terlebih dahulu tak bergerak sedikitpun saat menyadari Romlah tertidur dalam dekapannya. Dipandanginya wajah Romlah terus menerus. Dia tidak pernah bosan melakukan itu. Namun kali ini ada rasa takut yang menghinggapinya. Perasaannya menunjukan bahwa masalah antara dirinya dan Romlah kali ini bukanlah masalah kecil.



            Raihan yang melihat Romlah terbangun berpura-pura tidur kembali. Romlah yang tidak mengetahui Raihan telah bangun menikmati setiap detak jantung Raihan. Romlah memperkuat pelukannya seolah-olah takut kehilangan. Dia menyadari bila masalah ini benar maka besar kemungkinan dia akan kehilangan Raihan.



            Romlah melepaskan pelukannya. Dia hendak melangkah ke kamar mandi sebelum suara Raihan mengagetkannya.



“Kok pelukannya dilepas?” Raihan yang masih di dalam selimut tersenyum nakal. Romlah hanya menatap Raihan datar. Segala perasaan yang berkecamuk dalam hatinya dicoba untuk diredam. Dia tidak mau mereka bertengkar pagi-pagi. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun Romlah melanjutkan langkahnya ke kamar mandi. Raihan semakin heran dengan sikap Romlah.



            Pagi ini mereka sarapan berdua. Oji dan Nafisa sudah terlebih dahulu pergi ke rumah orang tua Nafisa sedangkan ZeeZee dan Irene telah pergi ke sekolah. Meski dengan wajah kesal, Romlah tetap menyiapkan segala sesuatu keperluan Raihan. Namun berbeda dari hari biasanya, hari ini Romlah tidak ingin pergi ke kantor. Rasa malas tiba-tiba menghinggapi membuatnya ingin menghabiskan waktu di rumah.



            Setelah Raihan pergi ke kantor, Romlah memutuskan mengunjungi Riyamah. Dia ingin mengeluarkan semua rasa yang berkecamuk dihatinya. Romlah berharap mendapatkan jalan keluar akan masalahnya. Romlah berganti pakaian dan langsung menuju rumah Riyamah.



***



“Assalamuallaikum..” Romlah memberikan salam sambil mengetuk pintu rumah Riyamah.



“Waalaikumsalam. Ya ampun Romlah. Masuk, Rom.” Riyamah menyambut Romlah dengan antusias. Kedua sahabat ini telah lama tidak bertemu seiring kesibukan mereka masing-masing.



“Lo kok tumben gak ngantor, Rom” Riyamah mempersilahkan Romlah duduk sambil terus memegang tangan sahabatnya itu.



“Gak tau nih. Hari ini gue males banget mau kemana-mana. Gue kesini mau cerita ama lo.”



“Yaudah. Lo mau minum apa?”



“Udah gak usah. Itu mah gampang.”



“Jadi lo mau cerita apa?” Riyamah memandang Romlah serius. Romlah menunduk dengan air mata yang berlinang.



“Raihan, Ri.”



“Raihan kenapa? Kok lo nangis gini.”



“Raihan selingkuh.”



“Raihan selingkuh? Kayaknya gak mungkin banget deh, Rom. Kita semua tau betapa besar dia mencintai lo.”



“Awalnya gue juga beranggapan kayak gitu. Tapi gue cium bau parfum wanita di kemeja kerja Raihan. Gue apal banget bau parfum Raihan, jadi gue gak mungkin salah cium. Gue takut kehilangan Raihan, Ri.” Tangis Romlah semakin pecah dalam pelukan Riyamah. Riyamah tidak tahu harus berbuat apa. Hatinya berkata tidak mungkin Raihan melakukan itu. Tapi melihat sahabatnya menangis seperti ini membuatnya berpikir untuk mencurigai Raihan.



            Apa benar Raihan selingkuh? Bagaimana dengan nasib rumah tangga Romlah dan Raihan? Stay tune.. *kecupbasah

Minggu, 09 Februari 2014

KISAH ROMLAH RAIHAN (Tukang Bubur Naik Haji) part 11

“Bang, kok jadi begini?” Nafisa menangis dipelukan Oji. Oji yang mencoba tetap tegar menghadapi masalahnya hanya bisa terdiam. Tatapan matanya kosong. Dia tak tahu harus berbuat apa.

            ZeeZee dan Irene yang berada disitu ikut terdiam melihatnya. Mereka tentu tidak tahu harus membantu apa. Hanya doa yang mampu mereka berikan agar semua masalah ini cepat terselesaikan.

Keheningan malam itu menambah sakit pada diri Nafisa. Air matanya tak kunjung berhenti, sudah terbayang dibenaknya hidup sendiri tanpa suami tercinta. Dipandanginya wajah Oji. Ada rasa takut yang begitu besar terpancar dari keduanya.

“Oji..” Romlah yang baru tiba langsung berlari memeluk Oji. Raihan berjalan pelan, menyaksikan peristiwa yang membuatnya harus mampu menahan air mata.

“Ji, kenapa ini bisa terjadi? Kenapa lo ngelakuin ini?” Romlah menodong Oji dengan beragam pertanyaan. Oji hanya bisa memandang Romlah. Sejak peristiwa penangkapan itu, tak ada satu katapun keluar dari mulut Oji.

“Sayang, kamu tenang ya. Jangan kamu malah buat panic semuanya. Lebih baik kita duduk dulu.” Raihan mencoba menenangkan keadaan.

“Oji, saya percaya sekali dengan kamu. Kamu gak mungkin melakukan ini. Insya Allah semua akan berjalan dengan baik.” Ucapan Raihan terdengar yakin. Tak lama Raihan ijin untuk pergi menghubungi seseorang.

            Selama berada di kantor polisi, Romlah tak pernah melepaskan genggaman tangannya ke Oji. Dia tak pernah mampu berpisah dari Oji dengan cara seperti ini. Tatapan kakak beradik ini terus tertuju satu sama lain walau tanpa isi. Mereka menatap kosong.

“Sayang, saya sudah menghubungi pengacara keluarga kita. Mereka akan mengunjungi Oji besok. Saya harap Oji mau bekerja sama untuk menceritakan semuanya.” Romlah dan Nafisa tersenyum mendengar ucapan Raihan. Sedangkan Oji menunduk lesu.

“ZeeZee, apa kamu bawa mobil?”

“Iya, pap. Tadi aku, tante Nafisa dan Irene kesini bawa mobil sendiri.”

“Yaudah, karena ini juga sudah malam lebih baik kalian pulang dan istirahat. Biar Oji juga bisa istirahat.”

“Trus kamu mau kemana?” Romlah melangkah mendekati Raihan

“Saya mau ke kantor kamu. Sekalian saya mau ijin sama Oji untuk masuk ke ruangannya dan mengambil semua bukti-bukti yang dapat membebaskannya.” Raihan menatap Oji yang tak mengeluarkan reaksi apapun.

“Tapi kamu kan juga belum istirahat. Kamu juga tadi bantuin aku kerja, pasti kamu cape banget.” Romlah menatap kuatir pada Raihan. Raihan hanya tersenyum dan menatap tegas.

“Sayang, kita hanya punya waktu sedikit. Semakin cepat kita menemukan bukti bahwa Oji tidak bersalah, semakin cepat Oji berkumpul lagi bersama kita.” Raihan mengenggam tangan Romlah untuk meyakinkannya.

            Setelah semua berpamitan, Oji kembali ke ruangan tempat dia beristirahat. Romlah, Nafisa, ZeeZee dan Irene hanya terdiam sepanjang perjalanan pulang. Mereka asik dengan pikiran masing-masing. Tak jarang sesekali mereka mengusap air mata yang jatuh membayangkan nasib Oji ke depannya.

            Raihan memancu mobilnya kembali ke kantor Romlah. Ditemani satpam kantor, Raihan masuk ke ruangan Oji dan memeriksa semua berkas. Setelah menemukan berkas-berkas yang dirasa penting, Raihan kembali ke rumah.

            Setelah membersihkan diri, Raihan kembali berkutat dengan berkas-berkas yang dikumpulkannya dari ruang kerja Oji. Dipahaminya satu per satu perjanjian yang dibuat antara perusahan Romlah dengan perusahan yang melaporkan Oji telah melakukan penipuan. Setiap detail perjanjian dan system kerja dipahami Raihan.

***

            Romlah terbangun dari tidurnya. Romlah kaget karena tak mendapati Raihan di kamar. Dengan rasa ngantuk dan lelah yang masih menggelayut, Romlah melangkah keluar kamar. Setelah memeriksa ruang tamu dan ruang keluarga, Romlah tak juga mendapati Raihan. Dilihatnya ruang kerja Raihan dalam posisi lampu nyala.

“Sayang, kok kamu gak tidur?”

“Ya Allah, Romlah, kamu buat saya terkejut.” Raiahn mengalikan pandangan pad Romlah yang berdiri diambang pintu.

“Sayang, kamu harus istirahat. Klo kamu sakit yang bantuin Oji siapa? Yang disamping aku siapa?” Romlah melangkah mendekati Raihan yang masih duduk di meja kerja dengan berbagai berkas dihadapan. Romlah memijit pundak Raihan perlahan.

“Aku gak mau kamu sakit.”

“Saya tidak kenapa-kenapa kok. Kamu percaya ya sama saya.” Raihan tersenyum memandang wajah Romlah yang memperlihatkan kekuatiran yang mendalam.

“Lebih baik kamu sekarang istirahat.”

“Aku gak mau ke kamar klo gak sama kamu.” Romlah merajuk dan duduk tepat dihadapan Raihan.

“Begini saja, kamu ke kamar duluan nanti saya menyusul. Ini tinggal sedikit lagi yang harus saya baca.” Romlah menggelengkan kepala. Raihan memohon sambil mengenggam tangan Romlah. Ternyata Romlah cukup keras kepala, dia tidak mau sedikitpun bergeser dari tempatnya.

            Dengan berat hati, Raihan menutup dan membereskan semua berkas yang ada di atas meja kerjanya. Digandengan tangan Romlah menuju kamar. Romlah mengelayut manja disamping Raihan.

“Bang, Oji pasti bebas kan?” Romlah mengajukan pertanyaan serius saat mereka sampai di tempat tidur. Raut muka Romlah berubah menjadi serius dengan air mata yang tiba-tiba membasahi.

“Sayang, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan Oji.” Dihapus Raihan air mata Romlah. Kini mereka tertidur dengan lelap karena lelah yang sudah merajai. Berharap semua yang terjadi hanyalah mimpi dan berubah ketika bangun nanti.

***

            Pagi ini Raihan sudah berangkat tanpa sarapan. Dia akan berbicara dengan pengacara atas apa yang sudah didapatkannya dari berkas-berkas yang dimiliki Oji. Raihan berharap ini dapat membantu dalam proses pembuktian bahwa Oji tidak bersalah.

            Berhari-hari Raihan sibuk berkutat pada masalah hukum Oji. Semua dilakukan karena percaya Oji tidak mungkin melakukan semua yang dituduhkan. Setelah melakukan beberapa kali pemeriksaan, akhirnya Oji dinyatakan tidak bersalah. Oji dibebaskan tepat seminggu setelah penangkapannya.

            Romlah, Nafisa, ZeeZee dan Irene menjemput Oji tanpa Raihan yang sudah terlebih dahulu berangkat untuk mengurus keperluan pembebasan Oji. Ini merupakan hari yang ditunggu-tunggu mereka. Mereka sudah tidak sabar untuk berkumpul kembali melewati hari bersama.

“Naf, maafin bang Oji ya.” Oji memeluk Nafisa untuk menumpahkan rindunya.

“Iya, bang. Bang Oji janji ya gak akan ninggalin Nafisa lagi.”

“Mpok, makasih ya atas semuanya.” Oji memeluk Romlah

“Iya, Ji.”

“Mpok, bang Raihan mana?” Oji mencari-cari Raihan disekitar mereka.

“Bang Raihan masih bicara sama pengacara kita, Ji”

            Ketika mereka sedang asik mengobrol, ZeeZee dan Irene datang membawa makanan.

“Mending kita makan dulu. Lumayan buat ganjel perut.” ZeeZee membagi gorengan yang dibelinya.

“Irene, om Oji mau ngomong sebentar boleh?”

“Silahkan, om.” Irene tersenyum mendekati Oji

“Om mau minta maaf atas semua yang udah om ucapin ke kamu. Semoga kamu bisa maafin om ya.”

“Iya, om. Aku udah maafin kok.” Oji memeluk Irene sampai meneteskan air mata.

            Raihan datang bersama pengacara mereka setelah selesai membereskan berkas-berkas Oji. Setelah berbicara sebentar, pengacara keluarga berpamitan. Romlah, Raihan, dan lainnya pun pulang ke rumah untuk beristirahat. Ketika Raihan sedang konsentrasi menyetir, Romlah terlihat tidak nyaman dengan menutup hidungnya beberapa kali.

“Bang, tadi kemana aja sih?” Raihan yang ditanya terkejut

“Kita kan seharian mengurusi Oji. Kok kamu malah Tanya aku kemana?”

“Kamu jangan boong ah. Kamu ketemu siapa hari ini?”

“Saya seharian bersama pengacara dan Oji.”

“Pengacara kita ada yang perempuan?”

“Ya gak ada dong, sayang. Kan kamu kenal sama pengacara kita.”

“Kamu boong ah.”

            Romlah cemberut. Apa yang terjadi dengan Romlah? Apa yang sudah dilakukan oleh Raihan? Stay tune.. *kecupbasah