
Mobil
berjalan perlahan, sesekali Romlah dan Irene tertawa kecil. Begitu banyak yang
diceritakan Irene tentang Raihan begitupun sebaliknya. Mereka bersenda gurau
seakan sudah saling mengenal bertahun-tahun lamanya. Irene memandang wajah Romlah
lekat-lekat. Betapa tak menyangka dapat bertemu Romlah walau dengan kondisi
yang berbeda. Dia harus ikhlas menerima apapun yang terjadi.
“Eh
udah sampe aja. Tante masih inget aja rumah Papa” Irene terlihat meledek
Romlah. Romlah hanya tersipu malu disudutkan seperti itu. Senyum manis terlihat
sepanjang dia memandang rumah Raihan. Betapa sesungguhnya Romlah merindukan
rumah ini terlebih lagi penghuninya.
“Tante
jangan ngelamun dong. Mampir dulu yuk!” Irene menepuk pundak Romlah untuk menyadarkanya.
Romlah yang kaget tersenyum malu. Irene hanya tertawa menyaksikan reaksi Romlah
yang justru mirip anak SMA ketahuan pacaran sama orang tuanya.
“Makasih,
sayang. Lain kali Tante mampir ya. Kamu cepet masuk gih. Nanti Papa marah loh!”
“Siap
Komandan. Makasih ya Tan udah nganterin aku. Semoga kita bisa ketemu lagi”
Irene mencium tangan Romlah sebelum turun. Lambaian tangan Irene melepas Romlah
pulang meninggalkan rumah Raihan. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang
meneteskan air mata menyaksikan adegan yang mereka disuguhkan.
***
Irene tersenyum sepanjang jalan memasuki rumah. Dengan semangat
dia mengucapkan salam sambil berteriak kecil memanggil Raihan. Yang dipanggil
hanya menjawab lemah. Dipandangnya Irene yang memasang wajah penuh senyum dan
kebahagiaan. Hal yang justru membuat Raihan bertambah sakit.
“Bagaimana bisa kamu
ketemu dia?” Raihan membentak Irene. Irene yang tak tahu kesalahannya memandang
heran. Kebahagiaan diwajahnya seketika hilang berganti raut takut akibat reaksi
Raihan.
“Aku… Aku ketemu Tante
Romlah di mall, Pap” Irene menjawab terbata. Dia tak pernah menyangka reaksi
yang didapat.
“Papa gak suka kamu
ketemu Tante Romlah. Pokoknya kamu gak boleh lagi ketemu Tante Romlah dengan
alasan apapun. Gak akan pernah ada hubungan apapun antara keluarga kita dengan
Tante Romlah. Kamu dengar itu, Irene?” Irene hanya mengangguk kecil mendengar
perintah Raihan. Dengan emosi yang masih tersisa, Raihan meninggalkan Irene
yang hanya mampu menundukan kepala.
“Aku sayang Tante
Romlah, Pap” Irene berteriak sambil memandang punggung Raihan. Raihan terteguh
dengan perkataan Irene.
Raihan
terdiam seketika, dia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Sesungguhnya Raihan
ingin berlari memeluk Irene. Dia menyadari ini semua kesalahannya. Dia yang
telah menanamkan rasa sayang itu dihati Irene. Dia yang memang berencana
mendekatkan Irene dengan Romlah. Walau dia tak menyangka kisah mereka harus
berakhir tanpa pernah dimulai. Raihan melanjutkan langkahnya ke kamar. Dia merenungi
semua yang telah terjadi.
Sedangkan
air mata Irene mengalir tanpa mampu dibendung. Dia berlari ke kamar. Menangis sejadinya
dengan harapan mama akan datang memeluknya seperti dulu saat dia sedih. Dipandang
foto mereka berdua tengah berada di pantai tersenyum manja. Dengan foto dalam pelukan,
Irene melangkah ke alam mimpi berharap semua yang terjadi dapat diputar
kembali.
***
Pertemuan dengan Irene membuat Romlah merasakan sesuatu
yang aneh. Tanpa dia sadari wajahnya justru memancarkan rasa bahagia seakan
harapan masih dalam genggaman. ZeeZee yang menyadari perubahan Romlah memandang
heran. Dipandangnya Romlah dari ujung kaki hingga ujung Rambut. Tak terlihat
perubahan apapun kecuali aura kebahagiaan yang jelas terpancar dari wajah yang
penuh senyum itu.
“Tante kenapa? Tante gak
lagi kemasukan setan kan?”
“Ya gak lah” Romlah
menjawab sekenanya sambil menjatuhkan diri di bangku tepat bersebelahan dengan
ZeeZee. ZeeZee menyentuh dahi Romlah seakan memastikan semua baik-baik saja. Yang
dikuatirkan justru hanya senyum-senyum tak jelas. Romlah bahagia, itu
terpampang nyata.
“Tante kenapa sih?
Tante dapet keuntungan besar ya? Atau perusahaan Tante menangin proyek gede ya?”
Romlah hanya mengangguk-ngangguk sambil tetap tersenyum. ZeeZee menggelengkan
kepala melihat tingkah Romlah yang seakan sedang merasakan cinta pertama.
“Apa sih yang bisa buat
Tante sebahagia ini? Bahkan Om Fahmi aja gak pernah mampu buat Tante berubah
jadi anak ABG yang baru jatuh cinta kayak gini.”
Dipandangnya wajah Romlah lekat-lekat. Jelas ini bukan
tentang sesuatu yang biasa. Ada hal yang sangat luar biasa yang baru dialami
Romlah. Dia teringat sesuatu. Hanya orang yang kita cintai yang mampu membuat
kita berubah menjadi seperti anak kecil yang bahagia dikasih balon.
“Tante abis ketemu
siapa sih? Apa jangan-jangan Tante abis ketemu Raihan ya?” Mimik serius
terpasang dari wajah ZeeZee. Romlah kaget mendengar ucapan ZeeZee. Wajah bahagia
berubah menjadi serius. Dia tak tahu darimana ZeeZee mengenal Raihan.
“Dari mana kamu tau
tentang Raihan?” Romlah memandang wajah ZeeZee lekat-lekat. ZeeZee justru tersenyum
penuh kemenangan. Dia sudah menduga itu akan terjadi. Kalau jodoh pasti
bertemu. ZeeZee membalas memandang wajah Romlah dengan senyuman. Diciumnya pipi
Romlah dengan manja sambil berlari kecil menuju kamar.
“ZeeZee tunggu. Dari mana
kamu tau tentang itu?”
“Tebak dong, Tan.” ZeeZee
tersenyum usil. Dia berlalu sambil bersiul-siul riang. Romlah hanya memandang
tanpa arti. Dia tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Mengapa semua
seakan berjalan kearah yang tak pernah dia duga sebelumnya.
“Daripada bingung
mending nikmatin aja deh” Romlah pasrah sambil tersenyum. Berjalan menuju kamar
dengan perasaan yang ringan membuatnya tak ingin cepat tidur. Dia takut yang
terjadi hanyalah mimpi belaka yang akan berakhir saat dia kembali ke peraduan. Malam
ini dihabiskan Romlah dengan mengulang kembali memori yang sedang tercipta. Bayangan
kebersamaannya dengan Raihan seolah-olah menari indah dipandangan mata. Romlah
menikmati semua itu. Sangat menikmati hingga tak ingin semua segera berakhir. Namun
lelah membawanya kembali kea lam mimpi, mimpi yang makin mempertegas bayangan
yang tercipta.
***
Sarapan pagi ini dilewati Raihan dan Irene dengan saling
berdiam diri. Ada hawa dingin yang tercipta ditengah mereka. Keadaan yang tak
pernah terjadi sekalipun sepanjang hidup Irene. Irene seolah menemukan sosok
lain dari diri Raihan. Sedangkan Raihan hanya tak mampu mengucapkan maaf atas
apa yang terjadi. Dia tak mau kata maaf nantinya digunakan Irene untuk
menjadikan alasan saat bertemu Romlah.
Pikiran mereka berputar-putar tak berhenti. Bertumpu pada
tebakan masing-masing atas apa yang terjadi namun tak semuanya benar. Irene
merasa bersalah atas apa yang dia lakukan semalam, Raihan merasa bersalah atas
apa yang terjadi diantara mereka. Tak ada yang mampu memulai kata sampai
makanan diatas piring mereka habis dilahap.
“Irene berangkat, Pap.”
Hanya kata itu yang mampu Irene ucapkan sambil pamit mencium tangan Raihan. Raihan
memandang keberangkatan Irene dengan wajah sendu. Dia tahu semua harus
diperbaiki. Dia tak mau kehadiran Romlah justru merusak hubungannya dengan
Irene. Irene segalanya. Tak peduli dengan yang lain termasuk Romlah.
***
“Pagi, sayang” Fahmi
datang pagi ini untuk mengajak Romlah sarapan bersama. Mereka berjanji untuk
makan bubur sambil lari pagi keliling kampung. Setelah selesai sarapan, Fahmi
beristirahat sejenak di rumah Romlah. Romlah menyiapkan teh hangat untuk
menyegarkan diri.
“Romlah ada yang ingin
saya bicarakan” Fahmi menatap Romlah serius. Romlah bingung apa yang ingin
diucapkan Fahmi. Sesungguhnya dia sedang tak ingin membicarakan tentang
pernikahan mereka. Hatinya sedang menolak apapun yang berbau tentang pernikahan
itu. Dia masih ingin menikmati semua mimpi yang dia dapat semalam. Walau dia
tahu semua hanya mimpi yang tak akan jadi kenyataan.
“Romlah, sebelum kita
menikah, saya ingin menanyakan apa kamu mencintai saya?”
“Kamu ngapai nanya itu
sih?” Romlah tersenyum canggung. Dia mengalihkan pandangannya sambil
seolah-olah merapikan meja di depan mereka.
“Romlah dengarkan aku.”
Digengamnya tangan Romlah erat-erat. Tatapan tajam Fahmi membuat Romlah
bertambah gugup. Tanpa dia sadari tubuhnya bergetar hebat, dia takut apa yang
akan terjadi.
“Romlah, aku tak ingin
kita menyesal atas keputusan yang kita ambil sekarang. Aku tak ingin hidup
dalam bayangan orang lain. Pernahkah kamu sadari bahwa tak sedikitpun kulihat
bayanganku dalam matamu? Aku seakan tak pernah ada walau sesungguhnya aku
berdiri tepat didepan matamu. Romlah, aku tak ingin menyiksamu dengan semua
ini. Aku ingin kita bahagia, namun tak akan pernah ada kita bila kamu dan aku
tak pernah bersatu secara utuh. Kamu berhak bahagia, dengan atau tanpa diriku.”
“Apa maksud ucapanmu,
Fahmi?” Romlah menatap Fahmi dengan heran. Dia tak dapat menebak apa yang akan
dikatakan lelaki yang beberapa hari lagi akan resmi menjadi pasangan hidupnya
ini. Masih dengan menggenggam tangan Romlah, Fahmi membuat jarak antara mereka.
“Romlah, aku ingin
membatalkan semuanya. Aku tak ingin kamu tersiksa dengan pernikahan ini. Bukan hanya
kamu, akan banyak orang yang sakit dengan pernikahan ini.”
“Tapi Fahmi…” Romlah
kehabisan kata-kata atas apa yang didengarnya. Dia tak menyangka Fahmi nekat
membatalkan semuanya. Dia tahu Raihan adalah satu-satunya alasan mengapa Fahmi
dapat mengambil keputusan sebesar ini. Dieratkan tangannya dalam genggaman
Fahmi.
“Fahmi dengarkan aku
sekarang. Aku gak akan pernah membatalkan pernikahan ini. Jika kamu menganggap
pertemuan kita dan Raihan mengganggu semuanya, kamu salah. Raihan hanyalah masa
lalu buat aku. Dia gak akan pernah menjadi masa depan buat aku. Kamu masa depan
aku, Fahmi. Aku mohon beri aku kesempatan untuk belajar mencintaimu”
Dipeluknya Fahmi dengan erat. Tanpa terasa air mata
Romlah berjatuhan. Dia tak tahu apa yang sudah diucapkan memang layak dia
lakukan. Yang dia tahu rasa sakit yang Raihan ciptakan padanya tak ingin dia
bagi dengan Fahmi.
Lalu bagaimana dengan Raihan? Akankah Irene menerima
semua ini? Seberapa besar cinta Romlah dan Raihan? Stay tune.. *kecupbasah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar