KISAH ROMLAH RAIHAN (Tukang Bubur Naik Haji) part 3
“Gue harus berbuat
sesuatu. Siapapun dia, gue harus nemuin dia. Paling gak gue tau apa yang harus
gue lakukan setelah ini.”
ZeeZee melajukan mobilnya dengan santai. Dia terus
memikirkan foto laki-laki yang ditemuinya di ruang kerja Tante Romlah. Karena tak
tahu harus pergi kemana, ZeeZee memutuskan untuk menemui Fahmi. Paling tidak
dia tahu apa yang terjadi. Setibanya dikantor Fahmi, ZeeZee langsung membuat
janji dengan sekertaris Fahmi. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya ZeeZee
dapat menemui Fahmi. Fahmi yang terkejut dengan kedatangan ZeeZee menerka-nerka
apa tujuan ZeeZee menemuinya.
“Kamu mau konsultasi, Zee?”
“Ya gak lah. Aku tuh
mau ngomong sama Om.”
“Terus ngapain kamu
pakai nomor antrian? Kenapa gak langsung masuk aja?”
“Om, kita itu harus
membudayakan antri. Jangan main serobot apa yang bukan hak kita. Yang duluan
bukan berarti yang terbaikkan?’
“Kamu bisa aja. Jadi
kamu kesini ada apa?” Fahmi tersenyum melihat tingkah ZeeZee.
“Aku mau nanya sesuatu,
Om. Aku harap Oma gak keberatan”
“Silahkan.”
ZeeZee diam sejenak. Dipandanginya raut wajah Fahmi. Dia melihat
keseriusan disitu. ZeeZee yakin Fahmi bukanlah orang yang suka bercanda. Setidaknya
terlihat dari wajah tegang yang selalu diperlihatkannya.
“Gini, Om. Om mencintai
Tante Romlah?”
“Jelas. Om sangat
mencintai Tante kamu”
“Apa Om tau, Tante
Romlah itu mencintai Om atau tidak?”
“Kok kamu Tanya begitu?”
Fahmi mulai bingung dengan pertanyaan ZeeZee. Apa maksdunya dengan mengutarakan
pertanyaan tersebut?
“Ya aku mau tau aja. Apa
Om pernah menanyakan hal ini? Sebagai kepastian aja sih sebelum kalian
benar-benar menikah. Om kan tau sendiri, hidup bersama orang yang tidak kita
cintai ataupun tidak mencintai kita itu gak enak. Selain menyiksa diri sendiri
kita juga menyiksa orang yang kita cintai.”
“Apa menurut kamu Tante
Romlah tidak mencintai Om?” Fahmi mulai menyelidiki ZeeZee. Dia menyadari apa
yang dikatakan ZeeZee itu benar. Namun bukan hal mudah untuk melakukannya. Hanya
orang yang berbesar hati yang mampu bilang cinta tak harus memiliki. Karena hakikatnya
cinta adalah hal yang harus dimiliki dan diperjuangkan.
“Ya masa Om gak bisa
ngerasain sih?”
“Apa Tante Romlah masih
memikirkan Raihan?”
“Raihan? Jadi cowok
yang difoto itu namanya Raihan?” ZeeZee yang spontan tak menyadari apa yang dia
ucapkan.
“Foto? Kamu liat foto
Raihan dimana?”
“Gak kok, Om.” ZeeZee
bingung harus menjelaskan apa.
“Raihan itu mantan
pacar Tante Romlah. Dia pergi meninggalkan Tante Romlah disaat mereka hendak
menikah. Orang tua Raihan tidak setuju akan pernikahan tersebut karena status
Romlah yang janda dua kali dan sudah memiliki anak. Raihan tidak pernah
sekalipun memperjuangkan cinta mereka. Orang tua Raihan ingin menjodohkannya
dengan wanita yang menurut mereka pantas mendampingi Raihan. Raihan menyerah
dan meninggalkan Romlah yang terpuruk karena cintanya kandas. Raihan buak cowok
yang baik. Dia pengecut.”
“Sepengecut Om yang
tutup mata klo Tante Romlah tidak mencintai Om dan Om memaksanya untuk menikah
walau secara tidak langsung?”
“Maksud kamu?” Fahmi
kaget mendengar jawaban ZeeZee. Dia geram. Fahmi yang berharap mendapatkan simpati
dari ZeeZee malah mengalami keadaan sebaliknya. Dia merasa dijatuhkan oleh
jawaban ZeeZee.
“Ya apa bedanya Om
Fahmi sama Om Raihan? Sama-sama menyiksa Tante Romlah walau dengan cara yang
berbeda. Om Raihan menyiksa Tante Romlah dengan cinta yang ditanamkan,
sedangkan Om menyiksa Tante Romlah dengan cinta yang dipaksakan. Kalian sama-sama
pengecut dan sama-sama jahat.”
Selesai mengucapkan kalimat itu, ZeeZee melangkah keluar
meninggalkan Fahmi yang hanya bisa terdiam. ZeeZee merasa mendapatkan apa yang
dia inginkan, sedangkan Fahmi merasa didorong kedalam jurang atas pernyataan
ZeeZee. Namun mereka sama-sama dilemma. Tak tahu apa lagi yang akan dilakukan.
***
Sepulang sekolah Irene berencana ke toko buku. Dia sudah
ijin ke Papa untuk pulang telat. Karena keasyikan memilih buku, tak terasa hari
sudah gelap. Irene yang takut dimarahi Papa mempercepat langkah kakinya. Karena
tak melihat sekeliling, tanpa sengaja dia menabrak seseorang.
“Maaf, Bu. Saya tidak
sengaja” Irene berkata tergesah-gesah sambil membereskan bukunya yang terjatuh
juga membantu mengambil barang Ibu yang ditabraknya.
“Gak kenapa-kenapa kok.
Saya juga salah.”
Setelah barang terkumpul, tanpa sengaja tatapan mereka
bertemu. Irene merasa pernah bertemu dengan wanita ini. Irene memutar memori
ingatan sebisanya. Wajah cantik itu mengingatkannya pada wanita yang ditabrak
Papa beberapa hari yang lalu. Ya dia gak mungkin salah.
“Tante yang kemarin
ditabrak Papa juga kan? Aduh maaf ya, Tan.”
Mendengar ucapan itu Romlah terkejut. Diapun baru ingat
bahwa gadis ini adalah gadis yang bersama Raihan kemarin. Ini kesempatan untuk
mengetahui semua. Romlah tak ingin melewatkannya.
“Kamu anaknya Raihan,
ya?”
“Tante kenal Papa aku?
Aku Irene Tante.”
“Iya, aku Romlah. Kamu
sibuk? Bisa kita makan malam bersama.”
“Boleh Tante.”
Irene yang sudah menebak dari awal tidak ingin melewatkan
kesempatan berbincang dengan Tante Romlah. Dia harus mendapatkan jawabannya malam
ini.
Setelah memesan makannya masing-masing, Irene dan Romlah
hanya saling berpandangan. Mereka tidak tahu harus memulai dari mana
perbincangan ini. Begitu banyak pertanyaan yang ingin mereka utarakan. Namun semua
terhenti diujung lidah. Hingga akhirnya Romlah memberanikan diri memulai
percakapan.
“Irene, Tante senang
bisa bertemu dengan kamu. Tante udah lama berteman sama Raihan tapi baru ini
ketemu sama anaknya.”
“Iya Tante. Selama ini
aku tinggal di Bali sama Mama. Oh iya Tante, lelaki yang kemarin sama Tante
mana, kok gak ikut?”
“Oh dia kerja. Ini tante
cuma beli beberapa keperluan aja kok.”
“Dia pacar Tante ya? Aduhh
maaf Tante aku jadi kepo gini.”
“Gak kenapa-kenapa kok.
Dia calon suami Tante. Kami akan menikah minggu depan.”
“Jadi tante mau nikah?
Emang tante udah putus dari papa?”
“Kamu tahu masalah itu?”
Romlah terkejut mendengar ucapan Irene. Apa dia tahu hubungan Romlah dengan
Raihan? Lalu bagaimana dengan mamanya?
Dengan raut muka sedih Irene menatap Romlah lekat-lekat. Ada
rasa bersalah, ada rasa sesal dan terlebih rasa haru. Ingin sekali dia memeluk
Romlah. Sudah diimpikannya memiliki mama baru di Jakarta yang baik seperti yang
selama ini Papa ceritakan.
“Aku tau semua kok,
Tan. Tentang Tante, Om Oji, Tante Nafisa dan Romi. Papa selalu cerita tentang
kalian ke aku dan mama. Papa selalu semangat jika menceritakan Tante Romlah. Tak
pernah berhenti kalimat pujian terlontar dari mulut Papa tentang Tante. Maafin aku
ya, Tan.”
Romlah tak habis pikir dengan kalimat yang dilontarkan
gadis dihadapannya ini. Apa sebenarnya yang terjadi? Kepalanya pusing
memikirkan kemungkinan-kemungkinan kalimat yang akan dikeluarkan oleh gadis
manis bermata sipit ini. Ternyata terlalu banyak yang tidak diketahuinya
tentang Raihan. Atau mungkin dia yang tak pernah menanyakan masa lalu Raihan.
Raihan juga tidak pernah menanyakan masa lalunya kecuali saat Kardun yang
membongkarnya.
“Pasti Tante marah sama
Papa karena Papa pergi gak bilang beberapa bulan yang lalu ya? Semua ini salah
aku, Tante. Coba aku gak nekat.” Raut sedih makin jelas terpancar diwajah
Irene. Dia menyesali semua yang terjadi dan semua ini akibat ulahnya. Dia yang
merenggut kebahagiaan Papa.
“Kok kamu minta maaf? Emang
ada apa? Tante gak ngerti.”
“Beberapa bulan yang
lalu mama aku meninggal. Karena sedih aku nekat hampir bunuh diri. Karena kuatir
sama keadaan aku, Papa memperpanjang keberadaannya di Bali dan lupa membertahu
Tante. Perlu Tante ketahui, aku bukan anak kandung Papa. Mama dan Papa berteman
sejak kecil, aku gak kenal siapa Papa kandung aku. Karena hanya Papa Raihan
lelaki yang ada disisi aku dan mama makanya aku memanggil dia dengan sebutan
Papa. Papa sayang banget sama kami. Aku juga sayang banget sama Papa. Dan yang
aku tahu Papa sayang banget sama Tante.”
“Tante turut berduka
atas kepergian mama kamu. Tapi semua sudah terlambat. Tante sudah memilih jalan
Tante sendiri begitu juga Papamu. Semoga kita semua bahagia.”
“Apa Tante udah gak sayang
Papa?”
Romlah tak tahu harus menjawab apa. Mereka berdua saling
bertatapan. Waktu seakan berhenti berputar menunggu jawaban. Betapa romlah
ingin teriak kepada dunia bahwa dia masih sayang Raihan dan tak pernah mampu
melupakannya. Tapi kesakitannya berkata lain. Terlalu sakit apa yang sudah
dilakukan Raihan dan dia tak ingin Fahmi merasakan hal yang sama. Terlalu egois
jika hanya memilirkan perasaan dan kebahagiaannya sedangkan Fahmi selalu ada
disaat dia membutuhkan sadaran bahkan saat hanya nama Raihan yang terucap dari
mulutnya saat mereka bersama.
Dering telpon Irene menbuyarkan pikiran mereka. Raihan
menelpon. Dia panik karena tak menemukan Irene di rumah saat pulang dari kantor
dan menyuruh Irene untuk segera pulang.
“Tante aku harus segera
pulang. Papa udah nyariin.”
“Tante antar kamu
pulang ya.”
Irene tersenyum dan mengangguk kecil menerima tawaran
Romlah. Mereka meninggalkan restoran sambil sesekali berbicara ringan sambil
tertawa.
Bagaimana kelanjutan kisah Fahmi dan
Romlah? Akankah Fahmi melepaskan Romlah? Bagaimana dengan Romlah dan Raihan
bila bertemu kembali? Stay tune.. *kecupbasah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar