Translate

Senin, 30 Desember 2013

KISAH ROMLAH RAIHAN (Tukang Bubur Naik Haji) part 4


               

              Mobil berjalan perlahan, sesekali Romlah dan Irene tertawa kecil. Begitu banyak yang diceritakan Irene tentang Raihan begitupun sebaliknya. Mereka bersenda gurau seakan sudah saling mengenal bertahun-tahun lamanya. Irene memandang wajah Romlah lekat-lekat. Betapa tak menyangka dapat bertemu Romlah walau dengan kondisi yang berbeda. Dia harus ikhlas menerima apapun yang terjadi.
“Eh udah sampe aja. Tante masih inget aja rumah Papa” Irene terlihat meledek Romlah. Romlah hanya tersipu malu disudutkan seperti itu. Senyum manis terlihat sepanjang dia memandang rumah Raihan. Betapa sesungguhnya Romlah merindukan rumah ini terlebih lagi penghuninya.
“Tante jangan ngelamun dong. Mampir dulu yuk!” Irene menepuk pundak Romlah untuk menyadarkanya. Romlah yang kaget tersenyum malu. Irene hanya tertawa menyaksikan reaksi Romlah yang justru mirip anak SMA ketahuan pacaran sama orang tuanya.
“Makasih, sayang. Lain kali Tante mampir ya. Kamu cepet masuk gih. Nanti Papa marah loh!”
“Siap Komandan. Makasih ya Tan udah nganterin aku. Semoga kita bisa ketemu lagi” Irene mencium tangan Romlah sebelum turun. Lambaian tangan Irene melepas Romlah pulang meninggalkan rumah Raihan. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang meneteskan air mata menyaksikan adegan yang mereka disuguhkan.

***

            Irene tersenyum sepanjang jalan memasuki rumah. Dengan semangat dia mengucapkan salam sambil berteriak kecil memanggil Raihan. Yang dipanggil hanya menjawab lemah. Dipandangnya Irene yang memasang wajah penuh senyum dan kebahagiaan. Hal yang justru membuat Raihan bertambah sakit.

“Bagaimana bisa kamu ketemu dia?” Raihan membentak Irene. Irene yang tak tahu kesalahannya memandang heran. Kebahagiaan diwajahnya seketika hilang berganti raut takut akibat reaksi Raihan.

“Aku… Aku ketemu Tante Romlah di mall, Pap” Irene menjawab terbata. Dia tak pernah menyangka reaksi yang didapat.

“Papa gak suka kamu ketemu Tante Romlah. Pokoknya kamu gak boleh lagi ketemu Tante Romlah dengan alasan apapun. Gak akan pernah ada hubungan apapun antara keluarga kita dengan Tante Romlah. Kamu dengar itu, Irene?” Irene hanya mengangguk kecil mendengar perintah Raihan. Dengan emosi yang masih tersisa, Raihan meninggalkan Irene yang hanya mampu menundukan kepala.

“Aku sayang Tante Romlah, Pap” Irene berteriak sambil memandang punggung Raihan. Raihan terteguh dengan perkataan Irene.

Raihan terdiam seketika, dia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Sesungguhnya Raihan ingin berlari memeluk Irene. Dia menyadari ini semua kesalahannya. Dia yang telah menanamkan rasa sayang itu dihati Irene. Dia yang memang berencana mendekatkan Irene dengan Romlah. Walau dia tak menyangka kisah mereka harus berakhir tanpa pernah dimulai. Raihan melanjutkan langkahnya ke kamar. Dia merenungi semua yang telah terjadi.

Sedangkan air mata Irene mengalir tanpa mampu dibendung. Dia berlari ke kamar. Menangis sejadinya dengan harapan mama akan datang memeluknya seperti dulu saat dia sedih. Dipandang foto mereka berdua tengah berada di pantai tersenyum manja. Dengan foto dalam pelukan, Irene melangkah ke alam mimpi berharap semua yang terjadi dapat diputar kembali.

***

            Pertemuan dengan Irene membuat Romlah merasakan sesuatu yang aneh. Tanpa dia sadari wajahnya justru memancarkan rasa bahagia seakan harapan masih dalam genggaman. ZeeZee yang menyadari perubahan Romlah memandang heran. Dipandangnya Romlah dari ujung kaki hingga ujung Rambut. Tak terlihat perubahan apapun kecuali aura kebahagiaan yang jelas terpancar dari wajah yang penuh senyum itu.

“Tante kenapa? Tante gak lagi kemasukan setan kan?”

“Ya gak lah” Romlah menjawab sekenanya sambil menjatuhkan diri di bangku tepat bersebelahan dengan ZeeZee. ZeeZee menyentuh dahi Romlah seakan memastikan semua baik-baik saja. Yang dikuatirkan justru hanya senyum-senyum tak jelas. Romlah bahagia, itu terpampang nyata.

“Tante kenapa sih? Tante dapet keuntungan besar ya? Atau perusahaan Tante menangin proyek gede ya?” Romlah hanya mengangguk-ngangguk sambil tetap tersenyum. ZeeZee menggelengkan kepala melihat tingkah Romlah yang seakan sedang merasakan cinta pertama.

“Apa sih yang bisa buat Tante sebahagia ini? Bahkan Om Fahmi aja gak pernah mampu buat Tante berubah jadi anak ABG yang baru jatuh cinta kayak gini.”

            Dipandangnya wajah Romlah lekat-lekat. Jelas ini bukan tentang sesuatu yang biasa. Ada hal yang sangat luar biasa yang baru dialami Romlah. Dia teringat sesuatu. Hanya orang yang kita cintai yang mampu membuat kita berubah menjadi seperti anak kecil yang bahagia dikasih balon.

“Tante abis ketemu siapa sih? Apa jangan-jangan Tante abis ketemu Raihan ya?” Mimik serius terpasang dari wajah ZeeZee. Romlah kaget mendengar ucapan ZeeZee. Wajah bahagia berubah menjadi serius. Dia tak tahu darimana ZeeZee mengenal Raihan.

“Dari mana kamu tau tentang Raihan?” Romlah memandang wajah ZeeZee lekat-lekat. ZeeZee justru tersenyum penuh kemenangan. Dia sudah menduga itu akan terjadi. Kalau jodoh pasti bertemu. ZeeZee membalas memandang wajah Romlah dengan senyuman. Diciumnya pipi Romlah dengan manja sambil berlari kecil menuju kamar.

“ZeeZee tunggu. Dari mana kamu tau tentang itu?”

“Tebak dong, Tan.” ZeeZee tersenyum usil. Dia berlalu sambil bersiul-siul riang. Romlah hanya memandang tanpa arti. Dia tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Mengapa semua seakan berjalan kearah yang tak pernah dia duga sebelumnya.

“Daripada bingung mending nikmatin aja deh” Romlah pasrah sambil tersenyum. Berjalan menuju kamar dengan perasaan yang ringan membuatnya tak ingin cepat tidur. Dia takut yang terjadi hanyalah mimpi belaka yang akan berakhir saat dia kembali ke peraduan. Malam ini dihabiskan Romlah dengan mengulang kembali memori yang sedang tercipta. Bayangan kebersamaannya dengan Raihan seolah-olah menari indah dipandangan mata. Romlah menikmati semua itu. Sangat menikmati hingga tak ingin semua segera berakhir. Namun lelah membawanya kembali kea lam mimpi, mimpi yang makin mempertegas bayangan yang tercipta.

***

            Sarapan pagi ini dilewati Raihan dan Irene dengan saling berdiam diri. Ada hawa dingin yang tercipta ditengah mereka. Keadaan yang tak pernah terjadi sekalipun sepanjang hidup Irene. Irene seolah menemukan sosok lain dari diri Raihan. Sedangkan Raihan hanya tak mampu mengucapkan maaf atas apa yang terjadi. Dia tak mau kata maaf nantinya digunakan Irene untuk menjadikan alasan saat bertemu Romlah.

            Pikiran mereka berputar-putar tak berhenti. Bertumpu pada tebakan masing-masing atas apa yang terjadi namun tak semuanya benar. Irene merasa bersalah atas apa yang dia lakukan semalam, Raihan merasa bersalah atas apa yang terjadi diantara mereka. Tak ada yang mampu memulai kata sampai makanan diatas piring mereka habis dilahap.

“Irene berangkat, Pap.” Hanya kata itu yang mampu Irene ucapkan sambil pamit mencium tangan Raihan. Raihan memandang keberangkatan Irene dengan wajah sendu. Dia tahu semua harus diperbaiki. Dia tak mau kehadiran Romlah justru merusak hubungannya dengan Irene. Irene segalanya. Tak peduli dengan yang lain termasuk Romlah.

***

“Pagi, sayang” Fahmi datang pagi ini untuk mengajak Romlah sarapan bersama. Mereka berjanji untuk makan bubur sambil lari pagi keliling kampung. Setelah selesai sarapan, Fahmi beristirahat sejenak di rumah Romlah. Romlah menyiapkan teh hangat untuk menyegarkan diri.

“Romlah ada yang ingin saya bicarakan” Fahmi menatap Romlah serius. Romlah bingung apa yang ingin diucapkan Fahmi. Sesungguhnya dia sedang tak ingin membicarakan tentang pernikahan mereka. Hatinya sedang menolak apapun yang berbau tentang pernikahan itu. Dia masih ingin menikmati semua mimpi yang dia dapat semalam. Walau dia tahu semua hanya mimpi yang tak akan jadi kenyataan.

“Romlah, sebelum kita menikah, saya ingin menanyakan apa kamu mencintai saya?”

“Kamu ngapai nanya itu sih?” Romlah tersenyum canggung. Dia mengalihkan pandangannya sambil seolah-olah merapikan meja di depan mereka.

“Romlah dengarkan aku.” Digengamnya tangan Romlah erat-erat. Tatapan tajam Fahmi membuat Romlah bertambah gugup. Tanpa dia sadari tubuhnya bergetar hebat, dia takut apa yang akan terjadi.

“Romlah, aku tak ingin kita menyesal atas keputusan yang kita ambil sekarang. Aku tak ingin hidup dalam bayangan orang lain. Pernahkah kamu sadari bahwa tak sedikitpun kulihat bayanganku dalam matamu? Aku seakan tak pernah ada walau sesungguhnya aku berdiri tepat didepan matamu. Romlah, aku tak ingin menyiksamu dengan semua ini. Aku ingin kita bahagia, namun tak akan pernah ada kita bila kamu dan aku tak pernah bersatu secara utuh. Kamu berhak bahagia, dengan atau tanpa diriku.”

“Apa maksud ucapanmu, Fahmi?” Romlah menatap Fahmi dengan heran. Dia tak dapat menebak apa yang akan dikatakan lelaki yang beberapa hari lagi akan resmi menjadi pasangan hidupnya ini. Masih dengan menggenggam tangan Romlah, Fahmi membuat jarak antara mereka.

“Romlah, aku ingin membatalkan semuanya. Aku tak ingin kamu tersiksa dengan pernikahan ini. Bukan hanya kamu, akan banyak orang yang sakit dengan pernikahan ini.”

“Tapi Fahmi…” Romlah kehabisan kata-kata atas apa yang didengarnya. Dia tak menyangka Fahmi nekat membatalkan semuanya. Dia tahu Raihan adalah satu-satunya alasan mengapa Fahmi dapat mengambil keputusan sebesar ini. Dieratkan tangannya dalam genggaman Fahmi.

“Fahmi dengarkan aku sekarang. Aku gak akan pernah membatalkan pernikahan ini. Jika kamu menganggap pertemuan kita dan Raihan mengganggu semuanya, kamu salah. Raihan hanyalah masa lalu buat aku. Dia gak akan pernah menjadi masa depan buat aku. Kamu masa depan aku, Fahmi. Aku mohon beri aku kesempatan untuk belajar mencintaimu”

            Dipeluknya Fahmi dengan erat. Tanpa terasa air mata Romlah berjatuhan. Dia tak tahu apa yang sudah diucapkan memang layak dia lakukan. Yang dia tahu rasa sakit yang Raihan ciptakan padanya tak ingin dia bagi dengan Fahmi.

            Lalu bagaimana dengan Raihan? Akankah Irene menerima semua ini? Seberapa besar cinta Romlah dan Raihan? Stay tune.. *kecupbasah


Sabtu, 14 Desember 2013

KISAH ROMLAH RAIHAN (Tukang Bubur Naik Haji) part 3


“Gue harus berbuat sesuatu. Siapapun dia, gue harus nemuin dia. Paling gak gue tau apa yang harus gue lakukan setelah ini.”

            ZeeZee melajukan mobilnya dengan santai. Dia terus memikirkan foto laki-laki yang ditemuinya di ruang kerja Tante Romlah. Karena tak tahu harus pergi kemana, ZeeZee memutuskan untuk menemui Fahmi. Paling tidak dia tahu apa yang terjadi. Setibanya dikantor Fahmi, ZeeZee langsung membuat janji dengan sekertaris Fahmi. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya ZeeZee dapat menemui Fahmi. Fahmi yang terkejut dengan kedatangan ZeeZee menerka-nerka apa tujuan ZeeZee menemuinya.

“Kamu mau konsultasi, Zee?”

“Ya gak lah. Aku tuh mau ngomong sama Om.”

“Terus ngapain kamu pakai nomor antrian? Kenapa gak langsung masuk aja?”

“Om, kita itu harus membudayakan antri. Jangan main serobot apa yang bukan hak kita. Yang duluan bukan berarti yang terbaikkan?’

“Kamu bisa aja. Jadi kamu kesini ada apa?” Fahmi tersenyum melihat tingkah ZeeZee.

“Aku mau nanya sesuatu, Om. Aku harap Oma gak keberatan”

“Silahkan.”

            ZeeZee diam sejenak. Dipandanginya raut wajah Fahmi. Dia melihat keseriusan disitu. ZeeZee yakin Fahmi bukanlah orang yang suka bercanda. Setidaknya terlihat dari wajah tegang yang selalu diperlihatkannya.

“Gini, Om. Om mencintai Tante Romlah?”

“Jelas. Om sangat mencintai Tante kamu”

“Apa Om tau, Tante Romlah itu mencintai Om atau tidak?”

“Kok kamu Tanya begitu?” Fahmi mulai bingung dengan pertanyaan ZeeZee. Apa maksdunya dengan mengutarakan pertanyaan tersebut?

“Ya aku mau tau aja. Apa Om pernah menanyakan hal ini? Sebagai kepastian aja sih sebelum kalian benar-benar menikah. Om kan tau sendiri, hidup bersama orang yang tidak kita cintai ataupun tidak mencintai kita itu gak enak. Selain menyiksa diri sendiri kita juga menyiksa orang yang kita cintai.”

“Apa menurut kamu Tante Romlah tidak mencintai Om?” Fahmi mulai menyelidiki ZeeZee. Dia menyadari apa yang dikatakan ZeeZee itu benar. Namun bukan hal mudah untuk melakukannya. Hanya orang yang berbesar hati yang mampu bilang cinta tak harus memiliki. Karena hakikatnya cinta adalah hal yang harus dimiliki dan diperjuangkan.

“Ya masa Om gak bisa ngerasain sih?”

“Apa Tante Romlah masih memikirkan Raihan?”

“Raihan? Jadi cowok yang difoto itu namanya Raihan?” ZeeZee yang spontan tak menyadari apa yang dia ucapkan.

“Foto? Kamu liat foto Raihan dimana?”

“Gak kok, Om.” ZeeZee bingung harus menjelaskan apa.

“Raihan itu mantan pacar Tante Romlah. Dia pergi meninggalkan Tante Romlah disaat mereka hendak menikah. Orang tua Raihan tidak setuju akan pernikahan tersebut karena status Romlah yang janda dua kali dan sudah memiliki anak. Raihan tidak pernah sekalipun memperjuangkan cinta mereka. Orang tua Raihan ingin menjodohkannya dengan wanita yang menurut mereka pantas mendampingi Raihan. Raihan menyerah dan meninggalkan Romlah yang terpuruk karena cintanya kandas. Raihan buak cowok yang baik. Dia pengecut.”

“Sepengecut Om yang tutup mata klo Tante Romlah tidak mencintai Om dan Om memaksanya untuk menikah walau secara tidak langsung?”

“Maksud kamu?” Fahmi kaget mendengar jawaban ZeeZee. Dia geram. Fahmi yang berharap mendapatkan simpati dari ZeeZee malah mengalami keadaan sebaliknya. Dia merasa dijatuhkan oleh jawaban ZeeZee.

“Ya apa bedanya Om Fahmi sama Om Raihan? Sama-sama menyiksa Tante Romlah walau dengan cara yang berbeda. Om Raihan menyiksa Tante Romlah dengan cinta yang ditanamkan, sedangkan Om menyiksa Tante Romlah dengan cinta yang dipaksakan. Kalian sama-sama pengecut dan sama-sama jahat.”

            Selesai mengucapkan kalimat itu, ZeeZee melangkah keluar meninggalkan Fahmi yang hanya bisa terdiam. ZeeZee merasa mendapatkan apa yang dia inginkan, sedangkan Fahmi merasa didorong kedalam jurang atas pernyataan ZeeZee. Namun mereka sama-sama dilemma. Tak tahu apa lagi yang akan dilakukan.

***

            Sepulang sekolah Irene berencana ke toko buku. Dia sudah ijin ke Papa untuk pulang telat. Karena keasyikan memilih buku, tak terasa hari sudah gelap. Irene yang takut dimarahi Papa mempercepat langkah kakinya. Karena tak melihat sekeliling, tanpa sengaja dia menabrak seseorang.

“Maaf, Bu. Saya tidak sengaja” Irene berkata tergesah-gesah sambil membereskan bukunya yang terjatuh juga membantu mengambil barang Ibu yang ditabraknya.

“Gak kenapa-kenapa kok. Saya juga salah.”

            Setelah barang terkumpul, tanpa sengaja tatapan mereka bertemu. Irene merasa pernah bertemu dengan wanita ini. Irene memutar memori ingatan sebisanya. Wajah cantik itu mengingatkannya pada wanita yang ditabrak Papa beberapa hari yang lalu. Ya dia gak mungkin salah.

“Tante yang kemarin ditabrak Papa juga kan? Aduh maaf ya, Tan.”

            Mendengar ucapan itu Romlah terkejut. Diapun baru ingat bahwa gadis ini adalah gadis yang bersama Raihan kemarin. Ini kesempatan untuk mengetahui semua. Romlah tak ingin melewatkannya.

“Kamu anaknya Raihan, ya?”

“Tante kenal Papa aku? Aku Irene Tante.”

“Iya, aku Romlah. Kamu sibuk? Bisa kita makan malam bersama.”

“Boleh Tante.”

            Irene yang sudah menebak dari awal tidak ingin melewatkan kesempatan berbincang dengan Tante Romlah. Dia harus mendapatkan jawabannya malam ini.

            Setelah memesan makannya masing-masing, Irene dan Romlah hanya saling berpandangan. Mereka tidak tahu harus memulai dari mana perbincangan ini. Begitu banyak pertanyaan yang ingin mereka utarakan. Namun semua terhenti diujung lidah. Hingga akhirnya Romlah memberanikan diri memulai percakapan.

“Irene, Tante senang bisa bertemu dengan kamu. Tante udah lama berteman sama Raihan tapi baru ini ketemu sama anaknya.”

“Iya Tante. Selama ini aku tinggal di Bali sama Mama. Oh iya Tante, lelaki yang kemarin sama Tante mana, kok gak ikut?”

“Oh dia kerja. Ini tante cuma beli beberapa keperluan aja kok.”

“Dia pacar Tante ya? Aduhh maaf Tante aku jadi kepo gini.”

“Gak kenapa-kenapa kok. Dia calon suami Tante. Kami akan menikah minggu depan.”

“Jadi tante mau nikah? Emang tante udah putus dari papa?”

“Kamu tahu masalah itu?” Romlah terkejut mendengar ucapan Irene. Apa dia tahu hubungan Romlah dengan Raihan? Lalu bagaimana dengan mamanya?

            Dengan raut muka sedih Irene menatap Romlah lekat-lekat. Ada rasa bersalah, ada rasa sesal dan terlebih rasa haru. Ingin sekali dia memeluk Romlah. Sudah diimpikannya memiliki mama baru di Jakarta yang baik seperti yang selama ini Papa ceritakan.

“Aku tau semua kok, Tan. Tentang Tante, Om Oji, Tante Nafisa dan Romi. Papa selalu cerita tentang kalian ke aku dan mama. Papa selalu semangat jika menceritakan Tante Romlah. Tak pernah berhenti kalimat pujian terlontar dari mulut Papa tentang Tante. Maafin aku ya, Tan.”

            Romlah tak habis pikir dengan kalimat yang dilontarkan gadis dihadapannya ini. Apa sebenarnya yang terjadi? Kepalanya pusing memikirkan kemungkinan-kemungkinan kalimat yang akan dikeluarkan oleh gadis manis bermata sipit ini. Ternyata terlalu banyak yang tidak diketahuinya tentang Raihan. Atau mungkin dia yang tak pernah menanyakan masa lalu Raihan. Raihan juga tidak pernah menanyakan masa lalunya kecuali saat Kardun yang membongkarnya.

“Pasti Tante marah sama Papa karena Papa pergi gak bilang beberapa bulan yang lalu ya? Semua ini salah aku, Tante. Coba aku gak nekat.” Raut sedih makin jelas terpancar diwajah Irene. Dia menyesali semua yang terjadi dan semua ini akibat ulahnya. Dia yang merenggut kebahagiaan Papa.

“Kok kamu minta maaf? Emang ada apa? Tante gak ngerti.”

“Beberapa bulan yang lalu mama aku meninggal. Karena sedih aku nekat hampir bunuh diri. Karena kuatir sama keadaan aku, Papa memperpanjang keberadaannya di Bali dan lupa membertahu Tante. Perlu Tante ketahui, aku bukan anak kandung Papa. Mama dan Papa berteman sejak kecil, aku gak kenal siapa Papa kandung aku. Karena hanya Papa Raihan lelaki yang ada disisi aku dan mama makanya aku memanggil dia dengan sebutan Papa. Papa sayang banget sama kami. Aku juga sayang banget sama Papa. Dan yang aku tahu Papa sayang banget sama Tante.”

“Tante turut berduka atas kepergian mama kamu. Tapi semua sudah terlambat. Tante sudah memilih jalan Tante sendiri begitu juga Papamu. Semoga kita semua bahagia.”

“Apa Tante udah gak sayang Papa?”

            Romlah tak tahu harus menjawab apa. Mereka berdua saling bertatapan. Waktu seakan berhenti berputar menunggu jawaban. Betapa romlah ingin teriak kepada dunia bahwa dia masih sayang Raihan dan tak pernah mampu melupakannya. Tapi kesakitannya berkata lain. Terlalu sakit apa yang sudah dilakukan Raihan dan dia tak ingin Fahmi merasakan hal yang sama. Terlalu egois jika hanya memilirkan perasaan dan kebahagiaannya sedangkan Fahmi selalu ada disaat dia membutuhkan sadaran bahkan saat hanya nama Raihan yang terucap dari mulutnya saat mereka bersama.

            Dering telpon Irene menbuyarkan pikiran mereka. Raihan menelpon. Dia panik karena tak menemukan Irene di rumah saat pulang dari kantor dan menyuruh Irene untuk segera pulang.

“Tante aku harus segera pulang. Papa udah nyariin.”

“Tante antar kamu pulang ya.”

            Irene tersenyum dan mengangguk kecil menerima tawaran Romlah. Mereka meninggalkan restoran sambil sesekali berbicara ringan sambil tertawa.

            Bagaimana kelanjutan kisah Fahmi dan Romlah? Akankah Fahmi melepaskan Romlah? Bagaimana dengan Romlah dan Raihan bila bertemu kembali? Stay tune.. *kecupbasah

 

Minggu, 01 Desember 2013

KISAH ROMLAH RAIHAN (Tukang Bubur Naik Haji) part 2

            Pertemuannya dengan Romlah membawa dilema tersendiri untuk Raihan. Sepanjang perjalanan pulang, Raihan hanya terdiam. Matanya kosong.

“Pap, Papa kenapa sih?” Irene yang tak mengerti apapun menjadi kebingungan.

“Papa gak kenapa-kenapa kok sayang” Raihan tersenyum kepada Irene. Irene mencoba menyelidiki raut muka Raihan. Ketegangan masih tersisa disana.

“Siapa wanita itu, Pap?” Pertanyaan Irene membuat Raihan terkejut. Dia tak menyangka Irene menanyakan sejauh ini.

“Wanita yang mana?”

“Itu loh yang ketemu di depan butik. Dia temen Papa?”

“Bukan kok, sayang. Tadi Papa gak sengaja nabrak dia.” Raihan tersenyum menatap Irene. Dia berharap Irene tak bertanya lebih jauh. Irene tahu ada yang ditutupi Papa. Namun kali ini dia enggan menanyakan lebih jauh. Mungkin lain kali dia akan mendapatkan jawaban yang lebih memuaskan.

***

            “Sayang, gimana bajunya?” Fahmi yang sedang mencoba baju pengantin hendak meminta pendapat Romlah, namun yang ditanya tak kunjung memberikan jawaban. Sejak pertemuan tidak sengaja dengan Raihan, Romlah tidak focus pada apapun. Dia hanya melamun, pikirannya kosong.

“Kamu gak kenapa-kenapa kan, sayang?” Fahmi mengelus kepala Romlah.

“Yaa” Romlah yang terkejut hanya menatap Fahmi tak mengerti.

            Fahmi menyadari betul alasan perubahan sikap Romlah. Bukan hanya Romlah, dia sendiri terkejut akan pertemuan singkat dengan Raihan. Kejadian yang tak pernah diharapkannya. Ini akan menjadi satu ancaman tersendiri bagi hubungannya dengan Romlah. Fahmi gelisah. Dia harus melakukan sesuatu agar Romlah tak lepas dari genggamannya.

“Kamu udah selesai Fitting bajunya?” Romlah yang sudah tidak nyaman berada di butik, ingin segera pulang. Pikirannya kalut.

“Udah kok. Kita makan dulu yuk” Fahmi ingin Romlah tidak lagi memikirkan hal yang tadi terjadi. Dia ingin Romlah tetap focus pada pernikahan mereka.

“Kita langsung pulang aja ya. Kepala aku pusing. Aku mau langsung istirahat aja” Fahmi spontan memegang kepala Romlah, namun entah mengapa Romlah menepis tangan Fahmi dari kepalanya.

            Tanpa basa-basi Romlah meninggalkan butik diikuti Fahmi yang bingung harus melakukan apa. Sepanjang perjalanan pulang tak ada satu katapun keluar dari mulut Romlah. Tatapannya lurus kedepan. Bahkan ketika sampai di rumah, Romlah langsung masuk tanpa pamit ataupun menawarkan Fahmi untuk mampir sejenak.

***

            “Sial. Kenapa laki-laki itu harus muncul lagi? Ini gak bisa aku biarin. Aku gak mau kehilangan Romlah. Romlah harus jadi milikku.” Fahmi yang emosi memukul kemudi didepannya. Dia tak menyangka Raihan akan kembali disaat sedikit lagi dia memiliki Romlah.

“Aku gak mungkin melepaskan Romlah. Apapun yang terjadi, Romlah harus tetap menikah denganku. Apapun akan aku lakukan termasuk menyingkirkan Raihan.”

***

            Sejak pulang dari butik, Romlah tak kunjung keluar kamar. Dia tak tahu apa yang terjadi. Apakah ini jawaban akan doanya semalam? Dia harap segera mendapatkan kepastian sebelum semua terlambat. Dia tak mau menyesal dikemudian hari karena keputusan yang lagi-lagi salah.

“Ya Allah, apa arti dari semua ini? Apakah Kau yang membawa Raihan kembali untukku? Berikan aku kepastian, Ya Allah.”

            Romlah tak tahu harus berbuat apa. Mungkinkah dia harus kembali kepada Raihan atau meneruskan semua yang telah terencana. Namun pertanyaan lain muncul. Siapa gadis yang bersama Raihan? Mengapa dia memanggil Raihan dengan sebutan Papa? Mungkinkah ini alasan Raihan meninggalkannya?

            Romlah melempar bantal ke sembarang tempat. Kepalanya terasa mau pecah. Ketika sinar itu datang, mengapa terlalu menyilaukan sehingga ia pun tak kuasa menatapnya? Kenapa harus selalu ada pertanyaan yang membingungkan?

“Raihan, sebenarnya apa yang telah kamu lakukan? Apa dia alasanmu meninggalkanku? Raihan, aku mohon beri aku kepastian. Sungguh aku tak punya waktu lagi untuk menunggumu. Haruskah aku memulai sesuatu yang baru didalam bayanganmu yang tak pernah lenyap? Raihan, aku gak mau menyakiti siapapun, tolong jangan sakiti aku seperti ini. Jangan siksa aku dengan janji yang tak kunjung kau tepati. Hanya Allah yang tahu pada siapa aku lebih mencintai.”

            Malam ini dihabiskan Romlah dengan menangisi semua yang telah terjadi. Pertanyaan-pertanyaan menyelimuti pikirannya. Semua terasa gelap hingga lelah membawanya ke alam mimpi.

***

            Sejak sampai di rumah, Raihan terus diselimuti kegelisahan. Hatinya bingung, gelisah, bahagia, cemburu, marah bahkan sesal bercampur menjadi satu. Dia tidak terima Romlah dimiliki orang lain, namun dia juga tak tahu harus berbuat apa untuk mempertahankannya.

“Romlah, andai waktu dapat kuputar mungkin kau sudah menjadi milikku seutuhnya. Romlah, maafkan saya atas semua yang telah terjadi. Rasa sakit yang tanpa sengaja saya berikan telah membunuh kita berdua. Kamu tahu saya juga tersiksa. Saya merindukanmu. Rindu ini membawaku kembali kesini. Walau saya tak lagi ingin mengganggumu, ternyata jalan cinta selalu membawa kita dijalur yang sama. Apa yang harus saya lakukan? Haruskah saya memperjuangkan cinta kita lagi? Atau menyerah pada keadaan yang saya tahu akan membawamu selamanya menjauh?”

***

            Disisi lain, Irene terus bertanya siapa wanita yang mampu membuat Papa terteguh tak berkata. Apakah dia Tante Romlah? Wanita yang selalu diceritakan Papa selama ini. Wanita yang paling dicintai oleh Papa. Lalu mengapa dia bersama laki-laki lain? Mengapa Papa menghindarinya? Apa semua sudah terlambat?

            Sedangkan ZeeZee merasa harus berbuat sesuatu. Tante Romlah berhak bahagia bersama orang yang dicintainya. Tapi siapa dia? Kemana dia selama ini? Apa dia sudah meninggalkan tante Romlah dan Tante Romlah belum bisa move on?

Apakah yang akan dilakukan Fahmi pada Raihan? Akankah Romlah membatalkan semua rencananya bersama Fahmi? Apa yang akan dilakukan Raihan untuk mempertahankan Romlah? Stay tune.. *kecupbasah